TEMPO.CO, Jakarta - Syafa Aulia terlahir seperti bayi normal pada umumnya. Tidak ada tanda-tanda kelainan yang dialami anak dari pasangan Muhaini dan Ridwan ini, hanya saja memang Syafa mengalami keterlambatan dalam berbicara.
Baca: Apa Rasanya jadi Orang Tua Tunggal?Ini Kisah Marcelino Lefrandt
Hingga usia 3 tahun, dia belum mampu berbicara, tetapi hal tersebut tidak dihiraukan oleh orang tuanya. Sampai akhirnya ketika sedang bermain, Syafa sempat terjatuh. Dari situlah kemunduran demi kemunduran perkembangan mulai dirasakan gadis kecil yang lahir pada 7 September 2011 ini.
Awalnya, kedua orang tua Syafa tidak menyadari jika buah hatinya mengalami penyakit langka berupa kelainan metabolisme pada syaraf yang membuat perkembangannya terhambat bahkan mengalami kemunduran.
Ilustrasi anak sakit. Shutterstock
Dokter awalnya hanya mendiagnosis Syafa mengalami kejang, orang tuanya pun rutin memberikan obat kepada putrinya tersebut. Namun, keadaan tidak kunjung membaik bahkan semakin buruk. Syafa yang awalnya lincah, lebih pendiam dan semakin sering terjatuh bahkan tidak bisa berjalan, kejangnya pun kian menjadi.
“Setelah kejang-kejang malah semakin tidak bisa apa-apa sama sekali. Tadinya masih bisa berbicara dan menangis, di usia 5 tahun dia tidak lagi mampu merespons dan berjalan. Karena dia kejang terus otaknya semakin menyusut sekarang ukurannya semakin mengecil dan di dalamnya lebih banyak berisi cairan,” tutur Muhaini.
Setelah melakukan serangkaian tes DNA (Deoxyribonucleic Acid) ke Jerman dengan bantuan dari berbagai pihak, ditemukan bahwa Syafa menderita penyakit langka yaitu lipofuscinoses ceroid neuronal, atau NCL tipe II.
Penyakit ini ditandai dengan penumpukan abnormal zat lemak dan granular tertentu di dalam sel saraf otak serta jaringan tubuh lainnya akibat mutasi genetik. Sederhananya, mutasi genetik tertentu dalam tubuh anak jadi mengganggu kemampuan sel tubuhnya untuk membuang limbah beracun.
“Pasien NCL mengalami penyusutan area otak tertentu dan mengalami serangkaian gejala gangguan saraf seperti kejang yang tidak bisa diprediksi dan hilang timbul serta gejala fisik lainnya sehingga harus dievaluasi setiap 2 bulan sekali,” ujarnya.
Syafa tidak sendiri, penyakit langka juga dialami oleh anak keempat dari artis Joanna Alexandra yaitu Ziona Eden Alexandra yang lahir pada 24 Mei 2017 lalu. Berbeda dengan Syafa yang awalnya terlahir normal, Zio memang sudah mengalami kelainan sejak awal.
Dia tidak menangis ketika dilahirkan, posisi kakinya pun bengkok ke dalam. Selain itu, Zio juga mengalami gangguan pernafasan. Rupanya diketahui Zio menderita penyakit langka campomelic dysplasia yaitu kelainan genetik bawaan yang sangat jarang dan mematikan.
“Biasanya new born yang mengalami ini tidak selamat karena menyerang sistem pernafasan, reproduksi, jantung, dan tulang. Adanya kelainan pada tulang ini menyebabkan kaki Zio bengkok. Dia juga mengalami kelainan pada tulang punggung dan bahu,” ujarnya.
Luthfi Mardiansyah, pendiri Center for Healthcare Reform and Policy Study (Chapters) mengatakan di Indonesia saat ini terdapat lebih dari 50 anak-anak yang terdeteksi menderita penyakit langka karena kelainan genetik atau inborn error of metabolism.
Menurutnya sekitar 80 persen penyebab dari penyakit langka ini adalah kelainan genetik yang diturunkan dari orang tua. Jadi, ketika masing-masing pasangan memiliki satu gen pembawa kelainan genetik atau carrier pada kromosomnya, maka peluang bayi mengalami kelainan bawaan akan semakin besar.
“Jadi tidak benar kalau ada yang mengatakan bahwa penyakit langka ini kutukan dari Tuhan. Ini merupakan penyakit bawaan akibat kelainan genetik, bukan sebuah kutukan,” katanya.
Baca: Aktivitas di Taman Terbuka Efektif Tingkatkan Kesehatan Mental
Hal ini dibenarkan oleh Joana yang mengakui bahwa dirinya dan suami masing-masing membawa carrier sehingga peluang melahirkan anak dengan kelainan genetik adalah 25 persen. Tak heran jika anak keempat yang dilahirkan mengalami kelainan genetika, berbeda dengan ketiga anaknya yang semua terlahir normal. “Karena itu penting bagi pasangan untuk melakukan tes genetik sebelum menikah untuk berjaga-jaga dan mengantisipasi kelahiran anaknya,” ujar Joana.