Sebelum mendapat diagnosa leukemia, Rini beberapa kali mengalami panas yang tak datang kambuhan. Wajahnya pun pucat.
Dokter sempat mendiagnosanya terkena Malaria bahkan bermasalah pada liver karena wajahnya menguning dan pucat seiring waktu.
"Waktu itu kelas 1 SMP, habis pembukaan siswa baru, agak digojlok. Nge-drop. Wajah pucat, demam. Lalu dikasih paracetamol. Agak reda tetapi besoknya ada lagi. Dibawa ke dokter dibilangnya malaria. Ke dokter satu lagi karena pucat dan kuning dibilangnya liver," papar Rini.
Ibunda Rini yang curiga pada kondisi putrinya lalu membawanya ke dokter spesialis penyakit dalam di Pandeglang. Setelah pemeriksaan, barulah muncul diagnosa leukemia.
Spesialis anak sekaligus konsultan onkologi dari rumah sakit kanker Dharmais, Jakarta, dr. Mururul Aisyi, Sp A(K) mengatakan pucat dan panas adalah dua dari tiga gejala utama seseorang terkena leukemia. Diagnosa leukimia bisa semakin menguat bila dtemukan adanya pendarahan di organ tubuh.
Baca juga: 6 Tips Diet Sehat untuk Bantu Penyembuhan Leukemia
Pengobatan termasuk kemoterapi dan radiasi harus Rini jalani. Rasa sakit, efek kemoterapi seperti rambut rontok, mual dan muntah dia tahan.
"Di radiasi 11 kali, kemoterapi 6 kali selama 2 tahun. Kondisi fisik waktu itu lumayan memprihatikan. Saya mending sakit karena kemo daripada kankernya, kayaknya enggak ada ujungnya kalau kanker," kata dia.
Masa-masa di sekolah menengah pertama pun terpaksa dia korbankan demi pengobatan. Rini tak menampik pernah merasa bosan dan ingin menyerah pada penyakitnya.
"Harusnya bisa main sama teman-teman. Saya cuti sekolah tiga bulan. Dikejar sama ulangan susulan. Ada di tengah-tengah bosan, capek ke rumah sakit. Di situ ibu menyemangati, sudah setengah jalan masa mau nyerah," kata Rini.
Setelah tiga tahun yakni pada 1999 dia dinyatakan pulih dari kanker. Kendati sudah pulih dan bisa beraktivitas seperti biasa, Rini mengaku tetap melakukan pemeriksaan kesehatan setiap tahun.
Selanjutnya, bagaimana pola hidup usai pulih dari leukemia