TEMPO.CO, Jakarta - Data gigi geligi tak bisa dianggap remeh. Selain bisa memberikan informasi soal kesehatan gigi dan mulut, data gigi geligi juga menjadi senjata ampuh untuk mengidentifikasi seseorang saat dia meninggal.
Baca juga: Cerita Tim DVI, Banyak Korban Lion Air Tak Perawatan Gigi
Seperti disebutkan Dosen Jurusan Kesehatan Gigi, Poltekkes Jakarta Dr Jusuf Kristianto, PhD., identifikasi gigi geligi pasien memang merupakan salah satu cara mutakhir dalam mengidentifikasi jenazah.
"Biasanya gigi geligi adalah benda yang paling utuh dari korban kecelakaan dan mudah diidentifikasi dengan membandingkannya pada data perawatan gigi geliginya di rumah sakit, di dokter giginya, atau di klinik yang sering didatanginya," katanya yang dihubungi TEMPO.CO pada Jumat, 9 November 2018 siang.
Disebutkan juga bahwa di beberapa rumah sakit, terutama di luar negeri, biasanya pasien gigi wajib melakukan pencetakan gigi dan membuat panoramic foto rontgen atau foto panoramik. “Jika semua pasien punya rekaman data berupa cetakan gigi, histori dari gigi geliginya dan diperkuat rontgen, maka identifikasi jenazah tak dikenal (seperti korban kecelakaan Lion Air JT 610) yang ditemukan akan mudah diidentifikasi.
Sebelumnya, seperti dilansir dari Antara, disebutkan bahwa Kepala Laboratorium dan Klinik Odontologi Kepolisian, Komisaris Besar Agustinus MHT mengatakan baru berhasil mengantongi 70 data gigi (dental record) korban Lion Air JT 610. Data dikumpulkan dari 189 keluarga korban yang sudah melapor dan melakukan identifikasi.
"Hanya ada 70 data gigi yang berhasil didapat, selebihnya tidak pernah melakukan perawatan gigi," ujar Agustinus yang juga seorang dokter gigi, Rabu 7 November 2018.
Agustinus menerangkan kalau timnya mencatat setiap "body part" yang terkait dengan gigi, rahang korban. Mereka mendata bentuk maupun warna, serta segala intervensi yang terjadi di gigi seperti tambalan, behel, dan lain-lain untuk kemudian disandingkan dengan data antemortem atau data ketika korban masih hidup.
"Dari 'body part' minimal kami bisa memperkirakan usia korban, gender, misalnya pria lebih rata tulang rahangnya, sudut rahangnya agak kurus, sedangkan wanita lebih landai," kata Agustinus.
Bagaimana agar kita bisa memiliki rekam gigi geligi lengkap? Dr Jusuf menyarankan agar setiap orang rajin memeriksakan gigi geliginya setiap enam bulan sekali,” Enam bulan sekali wajib sifatnya. Jangan tunggu ada masalah,” katanya tegas. Sayangnya ada beberapa klinik yang hanya mencatat keluhan utamanya saja. “Mereka tidak melakukan pendataan semua masalah,” katanya dengan nada prihatin.
Terkait pembuatan foto panoramik, ternyata tak semua klinik di Indonesia juga mewajibkannya pada semua pasiennya. “Mungkin karena harus bayar, beberapa klinik gigi menganggap foto tersebut tidak diperlukan,” katanya. Biaya foto panoramik tersebut sebetulnya tak terlalu mahal, kata Jusuf, sekitar Rp 150 ribu sampai Rp 200 ribu. “Tapi belum semua orang sadar betapa pentingnya foto tersebut,” katanya.