Namun sayangnya, penyedia CAPD di Indonesia masih sangat terbatas ditambah dengan belum siapnya sistem distribusi dan rendahnya edukasi baik kepada pasien maupun dokter sehingga pertumbuhan pasien CAPD masih sangat rendah.
“Kenyataan ini diperkuat dengan data IRR [Indonesia Renal Registry] yang baru diluncurkan Oktober 2018 bahwa pertumbuhan pasien CAPD dari tahun ke tahun hanya 8 persen sedangkan pasien hemodialisis per tahun mencapai 40 persen hingga 50 persen,” tuturnya.
Budi menambahkan bahwa rendahnya jumlah pasien yang menggunakan CAPD ini karena suplai cairan CAPD yang masih terbatas sehingga diperlukan adanya endorsement untuk menyediakan bahan bakunya.
Saat ini, Fresenius Medical Care sebagai penyedia masih menunggu registrasi cairan CAPD dikeluarkan oleh BPOM. Semakin cepat registrasi dikeluarkan oleh BPOM, akan semakin mudah para pasien mendapatkan produk tersebut.
Begitu pula dengan alatnya yang masih terbatas karena Indonesia masih belum mampu menciptakan sendiri sehingga masih harus diimpor. “Karena saat ini sosialisasi CAPD ini juga masih kurang di Indonesia.”
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, CAPD dapat memperpanjang fungsi ginjal sisa lebih lama. Selain itu, pasien memiliki angka survival (bertahan hidup) yang lebih tinggi dibandingkan hemodialisis khususnya pada dua tahun pertama setelah menjalani terapi pengganti ginjal.
Baca: Bahaya Sering Minum Obat Pereda Sakit, Penyakit Ginjal Kronis
Prosesnya pun lebih mudah karena dapat dilakukan secara mandiri tanpa harus datang ke pusat hemodialisis. Prosedur penggantian cairan dapat dilakukan di rumah, sekolah, tempat kerja atau tempat lainnya selama memiliki ruang yang memenuhi kriteria ruang pergantian cairan CAPD. Alhasil, pasien gagal ginjal dapat lebih bebas beraktivitas seperti bekerja atau bersekolah tanpa harus menyediakan waktu khusus untuk datang ke pusat hemodialisis.