TEMPO.CO, New York - Di Indonesia, kita baru saja mengenal Harbolnas atau Hari Belanja Online Nasional. Sedangkan di luar negeri, mereka sudah terbiasa dengan Black Friday. Keduanya sama-sama memberikan diskon yang besar bagi Anda untuk berbelanja.
Baca juga :
Antusiasme Warga AS Berburu Barang Diskon Saat Black Friday
Harbolnas, Intip Kisah Asmara di Balik Angka 11/11
Jika puncak Harbolnas di Indonesia jatuh pada 12 Desember, Black Friday jatuh pada satu hari setelah perayaan thanksgiving atau hari Jumat minggu terkahir di bulan November.
Berbeda dengan Harbolnas yang diskonnya hanya berlaku untuk pembelanjaan online, Black Friday menawarkan kedua pembelanjaan online maupun offline. Bahkan lebih menariknya lagi, beberapa negara bagian meliburkan karyawannya pada hari raya tersebut.
Lantas, bagaimana sejarah Black Friday, mengapa disebut Black Friday dan ditentukan pada tanggal tersebut?
Meski banyak yang mengatakan bahwa Black Friday awalnya digunakan sebagai boycott atas diskon besar untuk membeli budak kulit hitam setelah hari ucapan syukur, hal ini dibantah keras oleh sejumlah pihak karena tidak memiliki dasar yang kuat.
Pengunjung membawa barang-barang belanjaannya saat pesta belanja Black Friday di pusat perbelanjaan Macy's di New York, AS, 22 November 2018. REUTERS/Stephanie Keith
Dilansir dari history.com, Black Friday justru secara khusus digunakan pada tahun 1950an oleh para polisi di kota Philadelphia sebagai sebuah istilah untuk menggambarkan kekacauan yang terjadi sehari setelah Thanksgiving. Hal ini terjadi lantaran gerombolan pembeli dan wisatawan membanjiri kota untuk berbelanja. Selain itu, mereka juga berbondong-bondong untuk datang dan menyaksikan pertandingan bola yang selalu dilaksanakan pada hari Sabtu setiap tahunnya.
Di tahun 1980an, kekacauan ini tampaknya justru membawa berkah bagi para pemilik toko dan usahawan di kota. Mereka mulai menyadari bahwa sehari setelah perayaan ucapan syukur, kesempatan mereka untuk menghasilkan keuntungan besar pun tercipta. Citra Black Friday yang awalnya negatif pun mulai terkikis.
Baca juga:Ramai Thanksgiving Day, Intip Barack Obama Merayakannya
Sejak saat itu, toko-toko mulai dibuka lebih awal, khususnya pada hari Jumat itu untuk Black Friday. Menurut survei pra-liburan tahun ini oleh National Retail Federation, diperkirakan 135,8 juta orang Amerika pasti berencana untuk berbelanja pada sehari setelah Thanksgiving (58,7 persen dari mereka yang disurvei), meskipun lebih banyak lagi (183,8 juta, atau 79,6 persen) mengatakan bahwa mereka lebih memanfaatkan penawaran online yang juga ditawarkan.
SARAH ERVINA DARA SIYAHAILATUA | HISTORY | CNN