TEMPO.CO, Jakarta - Penyanyi Gisella Anastasia akhirnya membenarkan kabar perceraiannya dengan aktor Gading Marten. Dia mengatakan bahwa keputusan untuk berpisah telah disepakati oleh kedua belah pihak. "Memang perpisahan ini adalah perpisahan yang disepakati kedua belah pihak," ujar Gisella kepada pewarta melalui layanan video call di kantor pengacaranya di Jakarta, Jumat 23 November 2018.
Baca: Alasan Gisella Anastasia ke Korea Saat Perceraiannya Jadi Berita
Gisel menuturkan bahwa keretakan rumah tangganya telah terjadi sejak sekitar 1,5 tahun terakhir. Ketidakcocokan antara satu dengan yang lain menjadi salah satu faktor yang membuat dia dan Gading akhirnya sepakat untuk berpisah.
Perceraian memang bisa dirasakan siapa saja. Namun sebuah riset yang dipublikasi di situs web Flowingdata.com pada Juli 2017 menunjukkan adanya hubungan antara jenis pekerjaan tertentu dan risiko perceraian. Riset yang dilakukan oleh Nathan Yau, doktor bidang statistik di University of California, Los Angeles, itu mendapati adanya pekerjaan atau profesi tertentu yang lebih rentan terhadap perceraian dibanding pekerjaan lainnya.
Hingga saat ini Gisella Anastasia dan Gading Marten masih belum menanggapi kabar perceraiaan mereka. Dan dilihat di akun instagram, Gisel masih menyimpan foto-foto kemesraan dirinya dengan Gading Marten. Foto/instagram/gisel_la
Menggunakan data American Community Survey 2015, ia menghitung persentase orang Amerika yang bercerai dan mencatat profesinya. Hasilnya, sejumlah profesi rawan terhadap perceraian seperti bartender, penyanyi, aktor, penyiar, olahragawan, sekretaris, ilmuwan sosial, dan awak kabin pesawat. Sementara itu, pekerjaan yang kurang rawan adalah aktuaris, penulis, analis keuangan, dokter gigi, pekerja keagamaan, pendidik, dan ilmuwan medis.
Baca: Sepakat Berpisah, Ini Sikap Gading Marten yang Menyentuh Gisel
Menanggapi temuan tersebut, psikolog keluarga Anna Surti Ariani mengatakan fenomena yang terjadi di Amerika tak bisa disamakan dengan di Indonesia. Penyebabnya adalah perbedaan budaya. Walau begitu, Anna mengakui jenis pekerjaan berpengaruh terhadap kehidupan secara umum, tak hanya pernikahan. "Bukan berarti profesi tertentu otomatis mengalami kesulitan pernikahan," kata Anna kepada Tempo Oktober 2017 lalu.
Dia mencontohkan, pekerjaan bartender dianggap rawan perceraian karena senantiasa berada dalam lingkungan tempat orang-orang berdandan baik untuk bergaul. Jadi, ada kemungkinan ketertarikan terhadap orang lain. Persoalan lainnya adalah lingkungan bar biasanya penuh dengan minuman beralkohol yang bisa mempengaruhi kesehatan rumah tangga. "Sedang ada masalah sama pasangan, dia minum. Tersulut sedikit, bisa minta cerai," ucap dia.
Pekerjaan lain yang juga rentan menurut riset Yau adalah ilmuwan bidang ilmu sosial. Anna berpendapat, pekerjaan ini membuat seseorang bertemu dengan banyak orang, sehingga memungkinkan adanya ketertarikan terhadap orang lain. Sebaliknya, ilmuwan di bidang eksakta mempunyai tingkat interaksi dengan orang lain yang cenderung lebih rendah, sehingga godaannya juga tidak terlalu besar.
Menurut riset Yau pula, pekerjaan yang memiliki penghasilan tinggi cenderung memiliki tingkat perceraian yang rendah. Anna melihat kondisi ini masuk akal karena tekanan ekonomi memang berpotensi mengganggu pernikahan. Dia mengimbuhkan, selain penghasilan, tekanan pekerjaan bisa memberi gangguan pada hubungan dengan pasangan. Dia mencontohkan, tenaga pemasaran yang dikejar-kejar target bisa tertimpa stres, dan mempengaruhi kualitas hubungan dengan pasangan.
Baca: 1,5 Tahun Pertahankan Hubungan, Tilik Perjuangan Gading dan Gisel
Jadi, secara umum, Anna menyimpulkan, kerentanan hubungan pernikahan akibat pekerjaan dipengaruhi oleh seberapa menarik orang-orang yang ditemui seseorang saat bekerja, dan seberapa banyak interaksi dengan orang lain saat bekerja. "Guru taman kanak-kanak mungkin tidak rentan, karena yang dihadapinya anak kecil."
KORAN TEMPO