TEMPO.CO, Jakarta - Tahun 2019 sering kali disebut berbagai pihak sebagai tahun politik di Indonesia. Semakin dekat hari pencoblosan presiden dan wakil presiden Indonesia, semakin tegang pula kondisi perpolitikan di negeri ini. Di tengah situasi saling serang antar pendukung dua kubu calon presiden dan wakil presiden di media sosial, hadirlah calon presiden dan calon wakil presiden fiktif, Nurhadi - Aldo untuk mencairkan suasana. Layaknya dua pasangan capres-cawapres di dunia nyata, Joko Widodo - Ma'ruf Amin dan Prabowo Subianto - Sandiaga Uno, pasangan Nurhadi - Aldo yang menggunakan nomor urut 10, juga membuat berbagai slogan dan janji-janji kampanye untuk para pendukungnya.
Nurhadi-Aldo yang disingkat sebagai Dildo sepertinya sangat menarik hati para pengguna media sosial. Hingga 8 Januari 2019 di twitter, akun resmi mereka sudah mendapatkan 60,1 ribu pengikut. Di Instagram bahkan ada 289 ribu akun yang mengikuti berbagai perkataan dan seruan aneh mereka. Nurhadi diketahui adalah tukang urut asal Mejobo, Kudus, yang dikenal karena kebiasaannya mempromosikan jasa pijat. Sedangkan Aldo adalah tokoh fiktif, wajahnya adalah gabungan dari wajah seorang politikus dan seorang lain.
Gagasan-gagasan politik yang hadir di sosial media semakin viral dan tentunya mengocok perut. Ketika Jokowi dan Prabowo mendapat dukungan penuh dari berbagai koalisi partai yang tercatat resmi oleh Komisi Pemilihan Umum, Tim Dildo mendapat dorongan penuh dari "Koalisi Indonesia Tronjal Tronjol Maha Asik".
Calon wakil presiden Sandiaga Uno sempat mengomentari fenomena viralnya pasangan capres-cawapres fiktif Dildo ini. Menurut Sandi, fenomena ini dapat menjadi koreksi bagi para pelaku politik maupun pasangan capres-cawapres asli di pilpres 2019. "Ini fenomena nyata, dan ini koreksi buat kami pasangan calon, buat partai politik, buat caleg-caleg, baik yang tingkat kabupaten-kota, tingkat provinsi, maupun tingkat DPR-RI. Berarti mereka belum bisa menjawab tuntutan apa yang diinginkan oleh masyarakat, termasuk kami juga," kata Sandi di kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Minggu, 6 Januari 2019.
Menurut Sandiaga, viralnya pasangan capres-cawapres fiktif itu terjadi lantaran politik Indonesia saat ini tak mampu menjawab apa yang diharapkan kelompok masyarakat. Dengan demikian, kata dia, fenomena ini dapat menjadi koreksi bagi para pelaku politik di Indonesia untuk menghadirkan politik yang lebih berkualitas. "Sebenarnya sih ingin juga ketemu sama Nurhadi-Aldo," katanya.