TEMPO.CO, Jakarta - Lesbian, gay, biseksual, dan transgender atau yang lebih dikenal sebagai LGBT merupakan sebuah identitas bagi para non-heteroseksual. Hingga saat ini, masih banyak masyarakat yang belum dapat menerima hadirnya kelompok tersebut. Sebuah kelompok yang dibentuk pada 2006, Arus Pelangi, hadir memberikan pemahaman tentang LGBT.
Baca juga: Sulitnya LGBT Ungkapkan Jati Diri
Seorang aktivis Arus Pelangi, Kevin, mengatakan, media memiliki peran penting dalam mewujudkan pemahaman diinginkan. “Media dapat membantu mematahkan persepsi publik melalui pemberitaan yang tidak memojokkan LGBT,” kata Kevin pada kunjungan komunitas LGBT di kantor Tempo, Jumat, 11 Januari 2019.
Beberapa usulan pun disampaikan oleh aktivis komunitas Arus Pelangi terkait dengan pemberitaan media tentang LGBT. Salah satu harapan para aktivis adalah sorotan terhadap LGBT sebagai korban dari berbagai kejadian. “Kami mengharapkan ekspos yang lebih besar pada hal-hal yang menunjukkan LGBT sebagai victim. Contohnya seperti universitas yang tidak memperbolehkan mahasiswanya seorang LGBT atau penyiraman air keras yang terjadi pada seorang LGBT,” katanya.
Selain itu, komunitas ini juga mengharapkan pemberitaan yang lebih menonjolkan bagaimana LGBT di negara lain dijunjung. Dalam hal ini, media dituntut untuk lebih terbuka dan muncul dengan angle berita yang baru. “Media dapat memberitakan tentang tuan rumah Asian Games, Thailand misalnya. Meski mereka tidak menjunjung demokrasi, hak-hak LGBT diberikan,” kata Towi, seorang aktivis lainnya.
Harapan lain pun disampaikan untuk mengangkat upaya dan aturan negara yang mengesampingkan kepentingan kelompok mereka. Seperti yang telah banyak diberitakan, dalam daftar Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia atau PKBI, saat ini terdapat 22 peraturan daerah di berbagai daerah yang secara eksplisit mencantumkan istilah homoseksual dan waria. Selain itu, ada pula 45 perda lain yang kontennya secara tidak langsung mengarah ke kelompok LGBT. “Seluruh regulasi itu tentang pencegahan, pemberantasan dan penanggulangan penyakit masyarakat. Ini dapat memberikan pengaruh buruk bagi LGBT,” ujar Towi.
Pemimpin Redaksi Tempo.co yang menemui mereka, mengusulkan agar komunitas LGBT memberikan press release sebagai bentuk koreksi dan pemecah berita yang mungkin dianggap salah. “Kami akan dengan senang hati mendukung hal baik. Press release mungkin dapat diberikan sebagai fakta penguatan dan tanggapan akan berita yang sudah beredar,” kata Wahyu.
Baca juga: Penyandang Disabilitas LGBT Mengalami Diskriminasi Berkali Lipat
SARAH ERVINA DARA SIYAHAILATUA