TEMPO.CO, Jakarta - TEMPO.CO, Jakarta - Lari memang olahraga sederhana karena bisa dilakukan di mana saja dan tak membutuhkan peralatan khusus. Tapi jika seseorang ingin serius menekuni olahraga ini dan mengikuti lari maraton, program latihan adalah satu hal yang tak boleh diremehkan.
Baca juga: Agar Tidak Cedera Saat Lomba Lari Marathon, Tilik Tips Ini
Umumnya, pelari akan latihan ekstra selama 3 bulan sebelumnya untuk membiasakan diri dengan aktivitas ekstrem. Hingga mendekati hari pelaksanaan maraton, pelari kemudian berhenti dari setiap aktivitas fisik dan olahraga demi menjaga stamina dan meminimalisasi risiko akibat jadwal latihan yang terlalu padat.
Meski demikian, merupakan hal yang wajar bila banyak pelari maraton yang tetap mengalami cedera.
Risiko pertama yang sering terjadi adalah cedera muskuloskeletal. Ini merupakan gangguan pada fungsi otot dan saraf yang terjadi pada pinggul, lutut, dan kaki. Umumnya cedera ini terjadi akibat tubuh yang terlalu lama bergerak. “Karena tubuh digunakan tanpa beristirahat, pembengkakan akibat robeknya fungsi otot dan saraf pun akan muncul,” kata Grace Joselini, dokter Timnas Sepakbola Wanita Indonesia di Asian Games 2018, dalam acara Sun Life Resolution Run 2019.
Jika hal itu terjadi, pertolongan pertama adalah membalurkan bongkahan es di bagian yang mengalami cedera. Ia juga melarang pijatan untuk menyembuhkan bengkak. “Jangan dipijat karena robekan pada fungsi otot dan saraf akan menjadi lebih parah,” katanya.
Selain itu, cedera lain yang sangat umum adalah muscle cramps atau kram otot. Hal ini terjadi akibat kontraksi otot yang terlalu berlebihan. Cara terbaik untuk meredakan nyeri adalah dengan diberi pijatan. “Pijatan bagus diberikan dengan arah yang tepat yaitu menuju jantung. Ini akan mempercepat kram tersebut untuk sembuh,” katanya.
Baca juga: Ini Kelebihan Olahraga Lari Menurut Ibnu Jamil
SARAH ERVINA DARA SIYAHAILATUA