Fajar menambahkan, bila dana yang menjadi masalah, ia menyarankan pemerintah memberikan pengaturan ketat kepada dokter dan rumah sakit yang memberikan layanan terapi target dengan obat itu. "Misalnya, hanya rumah sakit tipe A saja yang boleh, dan dokter dengan kompetensi tertentu saja yang boleh memberikan obat itu. Selama ini, rumah sakit dan dokter spesialis penyakit dalam hanya menambah kurus, lalu boleh mengerjakan layanan terapi target itu. Makanya membuat budget BPJS membengkak," katanya.
Baca: Cegah Kanker Usus dengan 6 Langkah Ini
Seleksi dengan aturan rumah sakit dan kompetensi dokter, ia yakin bisa membuat pemberian obat itu lebih terkontrol. "Kalau larangannya dipukul rata seperti ini kan susah," katanya.
Larangan penggunaan kedua obat itu tercantum dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.01.07/Menkes/707/2018 tentang Perubahan atas Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/659/2017 tentang Formularium Nasional. Aturan larangan ini berlaku sejak 1 Maret 2019.
Ilustrasi sel kanker. shutterstock.com
Anggota Cancer Information and Support Center, Valencia Maria Usman ikut menyayangkan aturan obat yang tidak lagi ditanggung BPJS. Menurutnya, pemberian terapi target kepada pasien kanker, khususnya kanker kolorektal, memberikan efek yang lebih baik. Valencia sering mendengar teman-temannya anggota CISC mengalami masalah ekonomi setelah menderita penyakit kanker. "Kalau sudah terdiagnosis kanker, seseorang bisa mengalami kebangkrutan, hilang potensi dan bahkan meninggal," katanya.
Ia menekankan bahwa akses pengobatan terbaik itu penting bagi pasien. "Kalau kita sudah sakit, pasti ingin penanganan optimal. Orang sakit itu pasti sudah down, bila obat yang dibutuhkan juga sulit diakses, pengobatannya semakin tidak maksimal," katanya.
Salah satu survivor kanker kolorektal, Ahmad Badri, juga mengatakan bahwa obat itu sangat membantunya bertahan. "Kalau bisa, pengobatan jangan dikurangi, harapan sembuh kami saja sudah minim," kata Ahmad yang sudah sempat menggunakan kedua obat layanan terapi target itu. Ahmad sudah bertahan selama 6 tahun sebagai penyintas kanker kolorektal.
Baca: Mengenal Kanker Usus, Penyakit yang Diderita Istri Ustaz Maulana
Juru bicara BPJS Kesehatan Anas Iqbal Ma'ruf mengatakan obat yang ditanggung BPJS semua yang dicantum dalam formularium nasional dalam Keputusan Menteri Kesehatan. Dalam aturan terbaru itu, menurut Iqbal, hanya obat bevacizumab yang dihapus dari formularium nasional. "Kalau cetuximab masih ditanggung BPJS. Tapi ada kriteria khusus yang harus dipenuhi oleh pasien kanker yang menggunakan obat itu. Hal ini berlaku 1 Maret 2019," kata Iqbal saat dihubungi 4 Februari 2019.