TEMPO.CO, Jakarta - Pemimpin yang bisa memberikan emosi positif untuk karyawan diperlukan untuk memperkuat budaya korporat. Menurut CEO Dale Carnegie Indonesia Paul J. Siregar, budaya korporat yang kuat adalah kultur yang mengedepankan keterlibatan karyawan.
Baca: 6 Ciri Kepemimpinan Gaya Generasi Milenial
Menurut Paul, untuk membangun budaya tersebut, perusahaan harus mengatasi tiga ancaman internal terlebih dahulu yaitu tekanan produktivitas, transparansi, dan retensi karyawan. Setelah ketiga hal tersebut teratasi, hal yang dibutuhkan selanjutnya adalah pemimpin yang tepat. “Pemimpin yang menginspirasi tumbuhnya emosi positif menjadi faktor penting untuk mewujudkan budaya perusahaan yang kuat ini,” kata dia.
Menurut survei terbaru Dale Carnegie & Associates di lima negara (Jerman, Polandia, India, Amerika Serikat dan Indonesia), sebanyak 45 persen pemimpin merasa tekanan untuk meningkatkan produktivitas menjadi tantangan utama untuk membangun budaya yang kuat. Sebanyak 39 persen merasa transparansi di tempat kerja dan meningkatnya arus keluar-masuk karyawan adalah penyebab sulitnya membangun culture yang baik di perusahaan atau divisi yang mereka pimpin.
Baca juga: Jadi Pemimpin Muda, Perlu Utamakan Kolaborasi daripada Kompetisi
Sementara itu, survei yang berbeda, yang mengukur ketelibatan karyawan, menunjukkan bahwa perasaan dihargai (valued), percaya diri (confidence), terhubung (connected) dan diberdayakan (empowerment) merupakan emosi-emosi positif yang perlu diperhatikan pemimpin untuk menciptakan keterlibatan karyawan. Survei yang melibatkan 3.300 responden di 10 negara tersebut juga menyatakan bahwa sebagian besar keputusan sangat dipengaruhi oleh emosi.
Hasil lainnya, sebesar 55 persen responden mengatakan tidak terkoneksi secara dalam (disengaged) terhadap perusahaan apabila atasan langsung tidak menunjukkan emosi positif tersebut. Sebaliknya, sebanyak 40 persen responden menjawab bersedia terlibat aktif terhadap tempatnya bekerja jika atasan langsung mereka menerapkan 3-4 emosi positif tersebut. “Manajemen perusahaan mau tidak mau harus berbenah diri untuk menguatkan budaya di lingkungan kerja demi kelangsungan bisnis,” kata dia.
Artikel terkait lainnya: Intip Cara Ridwan Kamil Ajarkan Kepemimpinan untuk Milenial
Paul mengatakan para pemimpin perusahaan mesti membuka mata untuk melihat seberapa mampu mereka memberi inspirasi emosi positif kepada karyawan. “Tanpa kapabilitas tersebut, culture champion tak bisa tercapai dan masa depan perusahaan pun terancam,” kata dia. Jika para pemimpin tidak dapat memenuhi kebutuhan emosi positif karyawan, kata dia, mereka akan melemahkan keterlibatan karyawan yang berdampak buruk bagi iklim produktivitas dan ketangguhan perusahaan. Bahkan, perusahaan bisa dengan mudah kehilangan karyawan terbaiknya kapan saja karena merasa kurang dihargai oleh atasan.