TEMPO.CO, Jakarta - Mendengkur atau mengorok menjadi salah satu gejala gangguan tidur henti napas obstuktif atau sindrom obstructive sleep apnea (OSA) yang bisa berakibat fatal. Kondisi itu tidak hanya dialami orang dewasa, tapi juga anak-anak. Apa penyebabnya?
Baca: Tidur Mendengkur Belum Tentu Sleep Apnea, Waspada Gejalanya
Baca Juga:
Mendengkur dipicu banyak faktor, salah satunya obesitas alias kegemukan. Spesialis anak dari Poliklinik Advance RSIA Bunda Jakarta, dr. Abdullah Reza, SpA menjelaskan, 30 persen anak obesitas mengalami sindrom OSA.
Saat anak mendengkur dengan frekuensi lebih dari tiga kali dalam seminggu, Anda patut mengajaknya periksa ke dokter untuk mengecek adakah pembengkakan adenoid (kelenjar di hidung yang menyerupai amandel) dan tonsil alias amandel itu sendiri. Kedua pembengkakan ini juga merupakan faktor pemicu mendengkur.
Pertanyaan yang kemudian muncul, apakah orang tua yang mendengkur bisa mewariskan bakat mendengkur kepada anak? Abdullah menerangkan, pembengkakan di area hidung dan amandel sebenarnya dipicu oleh alergi.
Menurut dia, bakat alergi biasanya didapat dari orang tua. Manifestasi alergi macam-macam. Pada kulit misalnya, kemerahan. Pada saluran pernapasan, ia mendengkur. Hidung tersumbat juga manifestasi alergi.
"Kalau ditanya berapa persen kasus orang tua mewariskan bakat mendengkur kepada anak? Di Indonesia, belum ada penelitiannya," ujar Abdullah kepada tabloidbintang.com di Jakarta, Selasa, 12 Maret 2019.
Namun, jika salah satu orang tua alergi, maka potensi anak alergi menjadi dua kali lipat. Kalau kedua orang tuanya alergi, peluang si kecil alergi menjadi 4 kali lipat.
"Dengan kata lain, kalau salah satu orang tua mendengkur, bisa jadi peluang anak mendengkur 2 kali lipat. Apakah anak alergi pasti tidur mendengkur? Belum tentu. Alergi hanya salah satu pemicu mendengkur. Selain alergi, ada faktor pencetus lain," kata dia.
Baca: Mendengkur Bisa Terjadi pada Siapapun, Bagaimana Prosesnya?