TEMPO.CO, Jakarta - Pemilihan umum atau Pemilu berlangsung di seluruh daerah di Indonesia pada Rabu, 17 April 2019. Setelah pemilu, kemungkinan bakal banyak calon legislatif yang mengalami stres dan depresi karena gagal meraup suara. Kondisi ini menjadi perhatian khusus Kementerian Kesehatan.
Baca: Pemilu 2019, Foto Selfie di TPS Sebaiknya Pukul 7 - 8 Pagi
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza, Kementerian Kesehatan RI, dr. Fidiansjah, mengatakan stes pasca-Pemilu merupakan kejadian yang tidak biasa, seperti bencana alam yang tidak dapat diprediksi.
“Ini sebuah situasi yang diketahui banyak pihak sebagai sesuatu seperti kejadian yang tidak biasa atau bencana. Proses ini (Pemilu) adalah proses persaingan dan gangguan jiwa itu bisa terjadi dari ringan sampai tingkat berat,” kata dia dalam keterangan pers Selasa, 16 April 2019.
Menurut dia, penyebab stres yang terjadi pada setiap individu sebenarnya tidak bisa diprediksi. Tapi, hal ini rentan dialami oleh orang yang memiliki daya tahan rapuh. Jika terjadi perbedaan antara cita-cita dan harapan, lalu realitas tak terpenuhi, maka ia rentan mengalami stres.
Itu sebabnya, ketika seseorang ingin menjadi calon anggota legislatif, kata dr. Fidi, harus ada surat keterangan kesehatan termasuk kejiwaan.
Meski tidak dapat diprediksi jumlah caleg yang stres, dr. Fidi mengatakan seluruh fasilitas kesehatan tetap siaga untuk melayani masalah-masalah yang berhubungan dengan kejiwaan pasca-Pemilu serentak ini. Semua rumah sakit sudah diberikan arahan untuk betul-betul menyiapkan, bahkan mencoba untuk melakukan pengumpulan data berkaitan dengan gangguan jiwa.
“Pada dasarnya rumah sakit, seperti rumah sakit jiwa, siap dengan kejadian yang tidak biasa ini,” kata dia.
Baca: Unggah Foto Jari Bertinta Saat Pemilu? Maknanya Bukan Hanya Pamer
Tapi, ia mengatakan rumah sakit umum dan Puskesmas pun sudah melakukan penyesuaian sehingga siap menerima para caleg yang gagal pada Pemilu 2019 ini.