TEMPO.CO, Jakarta - Kanker menjadi salah satu penyakit yang paling menakutkan di dunia. Di Indonesia, prevalensi penyakit kanker menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 sebesar 1.79 per 1.000 penduduk.
Baca: Awas, Bahaya Ikat Pinggang Ketat pada Kanker Tenggorokan
Di Bali, penanganan pasien kanker dipusatkan di Rumah Sakit Sanglah. Rumah sakit milik pemerintah ini banyak melayani pasien peserta jaminan kesehatan nasional atau JKN BPJS Kesehatan.
“Di Bali saat ini baru terfokus di RS Sanglah sehingga antreannya luar biasa panjang, bahkan bisa lebih dari satu tahun,” kata Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Bali dr. Ketut Suarjaya, MPPM, saat menerima kunjungan tematik Kementerian Kesehatan di Rumah Sakit Umum Daerah atau RSUD Bali Mandara, Denpasar, Selasa, 23 April 2019.
Panjanganya antrean membuat penyakit kanker bertambah berat, bahkan banyak yang sudah tidak tertolong lagi baru mendapatkan giliran. Karena itu, Rumah Sakit Bali Mandara yang baru diresmikan setahun lalu akan dikembangkan sebagai pusat kanker. “Kami harapkan nantinya pasien-pasien kanker tidak datang hanya untuk pengobatan, tapi juga deteksi dini sehingga penanganannya lebih cepat,” kata dia.
Baca Juga:
Direktur Rumah Sakit Bali Mandara dr. Gede Bagus Darmayasa, M. Repro mengatakan bahwa perencanaan pembangunan pusat layanan kanker sudah dilakukan sejak perencanaan pembangunan rumah sakit ini. Pemerintah Provinsi Bali telah menyiapkan investasi sebesar Rp 50 miliar untuk bangunan pusat layanan kanker dan Rp 70 miliar untuk peralatannya. “Awal 2020 mudah-mudahan sudah bisa membuka layanan, paling tidak bisa melayani Indonesia Timur,” kata dia.
Saat ini rumah sakit tipe B ini telah memiliki MSCT Scan 128 slice. Selanjutnya, akan ada pusat radioterapi dan unit khusus kedokteran nuklir. “Kami akan membangun 2 bunker yang diperkirakan bisa melayani penyinaran untuk 100 pasien setiap hari. Jadi pasien-pasien dari timur tidak perlu ke Bandung atau ke Jakarta lagi,” kata Wakil Direktur Pelayanan RS Bali Mandara dr. Sri Karyawati, DESS.
Baca: 1 dari 3 Pasien Kanker Jalani Pengobatan Alternatif, Risikonya?