TEMPO.CO, Jakarta - Anak-anak yang belum baligh atau beranjak dewasa sebenarnya belum diwajibkan puasa. Tapi, banyak anak yang mulai berlatih puasa sejak di bangku sekolah dasar bahkan taman kanak-kanak. Ada yang berlatih dengan berpuasa setengah hari, ada pula yang hingga magrib, tergantung pada kemampuan anak. Bagaimana cara mengetahui kemampuannya?
Baca: 5 Trik Membuat Puasa Ramadan Pertama Anak Makin Berkesan
Pemerhati kesehatan publik Jusuf Kristianto mengatakan, setiap anak memiliki kemampuan yang berbeda-beda. Hanya saja, mereka belum bisa mengetahui dan mengontrol kemampuannya sendiri. “Tapi ibu bisa melihat kemampuan anak dari berat badan dan tinggi badan yang seimbang, disebut dengan indeks massa tubuh,” kata Jusuf di Jakarta, Senin, 5 Mei 2019.
Indeks massa tubuh bisa dihitung dengan rumus berat badan (dalam kilogram) dibagi dengan dua kali tinggi badan (dalam meter).
Jika anak memiliki berat dan tinggi badan yang seimbang sesuai dengan usianya, artinya ia punya porsi makan dan badan yang sesuai untuk berpuasa. “Tapi kalau agak kurus, ini perlu dipikirkan apakah anak boleh lanjut berpuasa penuh atau cukup setengah hari. Orang yang tahu kesehatan anak adalah ibunya sendiri. Takutnya kalau dipaksa malah sakit, kan berbahaya,” kata Jusuf.
Indeks massa tubuh bisa mencerminkan kesehatan anak. Anak sehat, kata Jusuf, bisa dilihat dari energi yang cukup sehari-hari, kehidupan yang tenang dan tidak pernah sakit. “Kalau kondisinya seperti itu nggak apa-apa berpuasa,” ujarnya.
Baca: Puasa Jadi Tantangan untuk Atlet, Intip Tips Olahraga Dari Ahli
Ketika akhirnya memutuskan berpuasa, orang tua juga harus memperhatikan asupan nutrisi anak saat berbuka puasa dan sahur. Sayur dan buah-buahan itu wajib. “Biasanya anak-anak malas makan sayur dan buah. Padahal itulah energi yang akan bertahan lama selama berpuasa, karena mengandung serat yang dicerna lebih lama,” kata Jusuf.