TEMPO.CO, Jakarta - Keinginan orang tua untuk terlibat dalam kehidupan anak adalah hal wajar karea ingin yang terbaik untuk mereka. Keterlibatan orang tua ini juga berguna untuk meningkatkan kepercayaan diri anak, membangun ikatan yang lebih erat antara orang tua dan anak, dan meningkatkan peluang anak menjadi orang dewasa yang sukses.
Baca: Ajarkan Anak Belanja Sebelum Ajarkan Menabung
Tapi bagaimana jika keterlibatan ini berlebihan? Kondisi itu disebut dengan pola asuh yang berlebihan atau overparenting. Amy Morin, psikoterapis dan dosen psikologi di Universitas Northeastern di Boston, Amerika Serikat, mengatakan bahwa overparenting mengacu pada upaya orang tua untuk ikut mengatur kehidupan anak secara mikro.
“Orang tua yang overparenting biasanya terus-menerus membayangi anak untuk memastikan bahwa anak membuat keputusan yang baik, melindunginya dari tanda-tanda ketidaknyamanan fisik atau emosional, dan mencegahnya menghadapi konsekuensi dari perilakunya,” kata dia.
Meski tujuannya baik, overparenting memberikan dampak yang tidak bagi bagi kondisi psikologis anak. Hal yang paling menonjol adalah anak menjadi tidak percaya diri dan sangat bergantung pada orang tuanya.
Overparenting biasanya berasal dari keinginan orang tua untuk mengelola ketidaknyamanan mereka sendiri karena mereka tidak bisa menolerir menyaksikan anak mereka terluka, gagal, atau membuat kesalahan.
Baca: Penyesalan Madonna Memberikan Ponsel kepada Anak di Usia Dini
“Di sisi lain, orang tua merasa bersalah karena mendisiplinkan anak mereka dan mereka menolak untuk menegakkan konsekuensi,” lanjut Amy Morin.