TEMPO.CO, Jakarta - Aksi demonstrasi terhadap hasil pemungutan suara pemilihan presiden atau pilpres 2019 dinodai kericuhan sejak Rabu, 22 Mei dini hari. Kabar kerusuhan 22 Mei ini menimbulkan keresahan sekaligus memicu emosi publik. Bukan hanya orang tua, kabar mengenai aksi ini juga ikut menjadi perhatian anak-anak. Bagaimana menjelaskan situasi ini kepada anak?
Baca juga: Kerusuhan 22 Mei, Psikolog Bagikan Tips agar Tak Terpancing Emosi
Psikolog Sani Budiantini Hermawan mengatakan, sebelum menjelaskan mengenai kerusuhan 22 Mei, orang tua harus dalam kondisi kepala dan hati yang dingin. “Yang penting cooling down diri kita sendiri dulu, baru bisa memberi penjelasan ke anak. Kalau belum, sebaiknya jangan (beri penjelasan) dulu,” kata dia saat dihubungi Tempo.co, Rabu, 22 Mei 2019.
Penjelasan mengenai kerusuhan tersebut perlu mengingat anak mudah mengakses beritanya melalui media sosial maupun televisi. Sebagian pemberitaan yang menggunakan foto atau video kadang-kadang disertai aksi kekerasan.
Idealnya, anak harus dijauhkan dari berita-berita tersebut. Tapi bagaimana jika anak sudah terlanjur mengaksesnya? Ini bukan hanya berpotensi menimbulkan keresahan dan emosi, tapi juga aksi tersebut akan terekam dalam memori anak.
Menurut Sani, orang tua juga harus menjelaskan bahwa lokasi kerusuhan jauh dari rumah jadi akan lebih aman. Juga, perlu dijelaskan bahwa situasi ini akan ditangani oleh pemerintah sehingga tidak perlu resah atau ikut emosi.
“Yakinkan anak bahwa pemerintah bisa mengatasi situasi ini. Masalahnya adalah kalau orang tua sendiri tidak yakin pada pemerintah dan masih mengusung nomor-nomor (calon presiden) tertentu. Tanpa sadar itu malah bisa bikin anak resah,” kata Sani.
Baca juga: Kerusuhan 22 Mei, Begini Cara Mengatasi Efek Gas Air Mata
Dalam situasi seperti itu, Sani mengatakan orang tua tetap harus berpikiran jernih, bijak, dan ingat bahwa negara ini adalah negara hukum yang tidak mungkin brutal. Sikap ini juga akan ikut mempengaruhi anak.