TEMPO.CO, Jakarta - Ustad Arifin Ilham meninggal pada 22 Mei 2019 setelah berjuang melawan dua penyakit kanker yaitu, kelenjar getah bening atau limfoma dan nasofaring. Arifin Ilham sudah sempat mendapatkan perawatan intensif di rumah sakit di Penang, Malaysia, tapi takdir berkehendak lain.
Baca: Arifin Ilham dan Perjalanan Spiritual Menjadi Tokoh Agama
Selama proses pengobatan, dukungan keluarga memang mengalir sangat deras untuknya. Ketiga istrinya, Yuni Djamaluddin, Rania Bawazier dan Umi Akhtar pun bahkan secara bersama-sama dan bergantian menjaga sang suami. Kedelapan anak Arifin Ilham juga sering mengunjungi ayahnya di negeri jiran itu.
Dukungan keluarga seperti ini sangat dibutuhkan oleh seseorang yang berada dalam keadaan sakit. Menurut psikolog keluarga Reni Akbar Hawadi, ini dapat membangkitkan semangat mereka karena ikatan batin yang paling kuat hanya dapat ditemukan dari suami, istri dan anak.
“Ketika salah satu ada yang berada dalam kelemahan dan terus didampingi, mereka menjadi semangat untuk sehat. Karena mereka dapat merasakan langsung dorongan dan cinta yang luar biasa dari orang terdekatnya,” katanya saat dihubungi TEMPO.CO pada 23 Mei 2019.
Baca Juga:
Selain itu, secara psikologis, pasien juga tidak merasa takut dalam menghadapi pengobatan. Sebab khususnya pada penyakit-penyakit tertentu yang memiliki angka kesembuhan minimal, orientasi mereka adalah kematian. Dengan hadirnya keluarga, mereka pun dapat menciptakan rasa aman dan nyaman.
Reni mengingatkanm bahwa manusia adalah makhluk sosial yang membutuhkan orang lain. "Ketika berada dalam keadaan terdesak seperti pengobatan, pasti hanya hal-hal negatif yang dipikirkan. Tapi itu semua akan sirna ketika keluarganya mendampingi,” katanya.
Yang terakhir, Reni mengatakan bahwa pasien, khususnya ayah, dalam hal ini tetap merasa dihargai. Sebab, walaupun dalam keadaan tidak berdaya, istri dan anak-anak tidak meninggalkan dan justru tetap berada bersama-sama dengannya.
Baca: Arifin Ilham Sempat Kena Kanker Getah Bening, Cegah dengan Ini
Ketika pasien dihargai, ia pun sadar betapa berharga dan pentingnya dirinya sebagai individu. "Sehingga dorongan untuk kembali beraktivitas secara normal, bekerja banting tulang menjadi mindset utama mereka,” katanya.