TEMPO.CO, Jakarta - Aksi unjuk rasa terjadi di beberapa titik di Ibu Kota pada 22 Mei 2019 karena ketidakpuasan sekelompok orang terhadap hasil rekapitulasi Komisi Pemilihan Umum atau KPU atas pemilihan presiden atau pilpres 2019. Sayangnya, aksi 22 Mei itu berujung kericuhan. Untuk mengendalikan massa, pasukan pengaman menembakkan gas air mata. Dalam beberapa saat, para pendemo pun berangsur pergi.
Baca juga: Kerusuhan 22 Mei, Psikolog Bagikan Tips agar Tak Terpancing Emosi
Apa sebenarnya yang terkandung pada gas air mata dan seperti apa efek yang diberikan sehingga ampuh membubarkan massa? Melansir dari Health Line, gas air mata sendiri terdiri tiga zat kimia, yaitu CS (chlorobenzylidenemalononitrile), CR (dibenzoxazepine), CN (chloroacetophenone). Namun secara umum, yang paling sering digunakan ialah jenis CS.
Menurut para ahli, apabila CS yang berbentuk aerosol ini diciptakan sebagai senjata atau alat pertahanan, zat kimia ini dapat mengaktifkan rasa sakit pada saraf pengindera. Itu artinya, ia dapat bekerja dengan mengiritasi selaput lendir mata, hidung, mulut, dan telinga.
Melansir dari Independent.co.uk, seorang analis yang penelitiannya dipublikasikan dalam jurnal intelijen dan keamanan, Neil Gibson, menjelaskan bahwa efek gas air mata sendiri akan dirasakan setelah 30 detik. Akibat yang ditimbulkan antara lain rasa terbakar, berair di mata, kesulitan bernapas, nyeri dada, air liur yang berlebihan, dan iritasi kulit.
Baca Juga:
Parahnya lagi, bagi mereka yang menghadapi paparan dengan jarak dekat, tak menutup kemungkinan bahwa orang tersebut dapat menderita kebutaan sementara, mual, hingga diare. Meski demikian, setelah massa berhasil melarikan diri dan menemukan udara segar, efeknya pun akan mereda setelah 10 menit.
Baca juga: Kerusuhan 22 Mei, Simak Pesan Perdamaian Artis - Artis Ini
Gibson pun mengatakan bahwa gas ini sangat baik digunakan oleh pasukan pengaman pemerintah untuk menjaga ketertiban massa saat menggelar aksi unjuk rasa.
SARAH ERVINA DARA SIYAHAILATUA | HEALTHLINE | INDEPENDENT.CO.UK