TEMPO.CO, Jakarta - Masih banyak masyarakat yang belum tahu tentang profesi amil zakat. Beberapa mungkin masih berpikir bahwa amil zakat hanya bekerja di bulan Ramadan hingga Hari Raya Idul Fitri untuk mengumpulkan dan menyalurkan dana zakat fitrah dari masyarakat ke umat Islam yang membutuhkan. Semakin tumbuh jumlahnya badan lembaga penyalur zakat, maka semakin banyak pula masyarakat yang memiliki berprofesi sebagai amil zakat. "Awalnya orang-orang tidak tahu. Amil zakat dianggap sebagai pekerjaan seasonal saja," kata Pimpinan Cabang Dompet Dhuafa Sulawesi Selatan, Rahmat Hidayat kepada Tempo pada 18 Mei 2019.
Baca: Jokowi Bayar Zakat Rp 55 Juta di Istana
Rahmat alias Mato mengatakan sebenarnya amil zakat bisa menjadi pekerjaan tetap juga. "Sama seperti pengusaha saja," katanya. Salah satu yang menjadi perbedaan adalah aturan yang berlaku. Mato mengatakan perbedaan itu terlihat dari hal yang dibagikan para amil, yaitu zakat. "Zakat ini perintah agama, otomatis aturannya bukan hanya dari lembaga tapi langsung dari Allah melalui Al Quran," katanya.
Mato pun menceritakan beberapa pengalaman dan tantangannya selama menjalani profesi amil zakat.
1. Sering Dipanggil Ustad atau Syeikh
Mato mengatakan ketika ia berbicara di depan umum dalam suatu forum, banyak yang mengira dia adalah seorang ustad atau ahli agama. "Ini yang kadang bikin salah tingkah," katanya.
Ia pun pernah diwawancara media dan dipanggil ustad. Bahkan lawan bicaranya sering minta jawaban yang menyertakan dalilnya dalam Al Quran. "Saya kan bukan ustad. Jadi saya belum berani nih. Pokoknya masih jauh dari status ustad," kata Mato.
Walau begitu, karena seringnya ia dikira seorang ustad, tentu saja ia pun terus berusaha belajar tentang Islam.
2. Dicuekin
Mato mengatakan sering sekali ia tidak menerima tanggapan atau jawaban bila mengirimkan ajakan zakat melalui Whats App. "Sering bangat dicuekin atau no response," kata Mato.
Untuk menghibur hati, ia pun menganggap mungkin orang yang dikirimnya pesan itu terlalu sering menerima pesan, sehingga rekan-rekannya itu sudah tidak sanggup lagi menjawab pesan ajakan zakat Mato. "Yang penting sih sudah menyampaikan kebaikan," katanya.
Mato mengatakan ia dan para amil zakat tentunya tidak memaksa orang akan baca, membalas, atau langsung bergerak untuk mengirim zakat/infaq. "Kan yang menggerakkan hati orang untuk beramal itu hanya Allah. Kami sih perantara saja. Jadi no baper," katanya.
Ilustrasi pembagian zakat. ANTARA/Rudi Mulya
3. Profesi Amil Tidak Diketahui
Mato mengatakan, ia sering kali menemukan orang yang tidak paham apa pekerjaan amil. Pertanyaan itu pun sering diajukan beberapa lembaga yang memerlukan data administrasi pribadi. "Orang sering tanya. 'Kerja apa? Amil? Apa itu?'," kata Mato. "Setelah saya jelaskan, akhirnya saya tulis sebagai karyawan swasta saja lah."
Mato mengatakan amil masih belum dianggap profesi. Masih banyak orang yang mengira pekerjaan amil itu adalah pekerjaan semacam remaja masjid. "Amil itu pekerja profesional ya. Kalau bekerja pasti ada pendapatannya," kata Mato.
4. Sering Dianggap Tukang Minta Sumbangan
Mato mengatakan pekerjaan amil sering sekali dianggap sebagai tukang minta sumbangan. Mungkin orang berpikir demikian karena sedikit-sedikit broadcast ajakan zakat, infaq, donasi bencana dan sebagainya. "Sebenarnya kami hanya mengajak kepada kebaikan," katanya.
Pengalaman lain, ketika Mato datang silaturahmi ke kantor-kantor. Para petugas di kantor pun sering menganggap dirinya akan meminta sumbangan. "Padahal kan kami mau menawarkan kerja sama. Misalnya bagaimana agar para karyawan kantor bisa mengelola penghasilan. Selain itu kami juga mau promosi tentang zakat," katanya.
Mato menambahkan profesi amil sebenarnya memiliki kekuasaan lebih untuk menagih zakat para wajib zakat. Dalam kitab suci, kata Mato, tertera bahwa Allah memerintahkan 'Ambillah sebagian harta-harta mereka'. "Dan di zaman Abu Bakar, ia memerangi orang-orang yang tidak mau bayar zakat. Nah loh. Jadi kita harus perang nih?," katanya bergurau.
5. Masih Dianggap Sebelah Mata
Mato mengatakan untuk menjadi amil, ada pula berbagai persyaratan yang harus dipenuhi. Ia mengatakan ada seleksi kompetitif, ada pula tes wawancara. Lalu profesi ini juga harus memiliki keahlian khusus. "Misalnya keahlian mengelola dana perusahaan yang jumlahnya bisa mencapai miliaran. Perlu strategi marketing dan analisis serta skill yang bagus," katanya.
Para amil zakat ini juga perlu untuk bisa komunikasi marketing. Selain itu para amil juga harus paham ilmu tentang kepuasan pelanggan. Para pelanggan amil zakat yang merupakan pemberi serta penerima zakat harus puas dengan pelayanan yang diberikan amil.
Para amil zakat pun harus tahu bagaimana membuat kegiatan yang menarik, sehingga pemberian sumbangannya tidak seolah memberi bantuan lalu pergi. "Jangan sampai pemberian sumbangan itu hit and run. Sehingga amil itu butuh juga skill manajemen proyek yang oke," katanya.
Mato mengatakan banyak sekali rekan kerjanya yang merupakan mantan bankir ternama. Mereka sempat memiliki posisi tinggi di perusahaan asing lalu kemudian beralih menjadi seorang amil zakat. Ada yang pernah bekerja di World Bank, ada juga yang dari perusahaan minyak. Banyak juga yang sudah memiliki pendidikan S2 dari dalam dan luar negeri. "Karena kami membutuhkan amil yang memiliki kompetensi tinggi untuk mengangkat harkat dan martabat umat Islam melalui zakat." katanya.
Baca: Gubernur Khofifah Indar Parawansa Ingatkan PNS Bayar Zakat
Jadi apakah Anda sudah menaikan zakat melalui para amil zakat ini?