TEMPO.CO, Jakarta - Data penduduk lanjut usia dari Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2017 menyebutkan bahwa dalam kurun waktu hampir lima dekade, persentase orang lanjut usia atau lansia di Indonesia meningkat sekitar dua kali lipat, yakni menjadi 23,4 juta orang. Sementara itu, angka kesakitan lansia juga dikabarkan naik menjadi 26,72 persen. Artinya, 27 dari 100 lansia mengidap suatu penyakit.
Baca juga: Indikasi Demensia Diketahui Sejak Muda, Apa Saja Tanda Awalnya?
Data ini cukup mengkhawatirkan bagi lansia atau orang yang akan menjadi lansia. Apabila sudah terlanjur sakit, lansia cenderung lebih sulit disembuhkan ketimbang orang yang lebih muda. Tapi, siapa pun bisa menjadi lansia sehat.
Dokter spesialis penyakit dalam dan geriatri, Rensa, menyampaikan beberapa tips agar lansia tetap sehat dan kuat. Tips itu dirangkum menjadi akronim CERDIK. C untuk cek kesehatan berkala. Para calon lansia dan lansia disarankan mengecek kondisi kesehatan secara rutin. Setidaknya, sekali dalam enam bulan, disarankan untuk mengukur tekanan darah, gula darah, dan sebagainya.
“Dengan cek kesehatan, kita tahu perkembangan tubuh sehingga kalau ada sesuatu yang terjadi, bisa segera ditangani,” katanya di Jakarta di acara peresmian RS Atma Jaya Paviliun Bonaventura, Selasa, 9 Juli 2019.
E berbicara mengenai enyahkan rokok. Seperti yang telah banyak diketahui, kandungan rokok terbukti tidak baik bagi kesehatan. “Sedini mungkin, hindari penggunaan rokok. Karena dengan berhenti, risiko penyakit akan menurun secara perlahan,” katanya.
Untuk R, ini berhubungan dengan rutin olahraga. Terutama mereka yang tinggal di kota, Rensa mengatakan bahwa segala sesuatu semakin dipermudah sehingga orang-orang jarang melakukan aktivitas fisik. Ia mengimbau agar setidaknya berolahraga 30 menit dalam sehari.
“Angkutan umum bahkan sekarang bisa jemput di depan rumah ya? Sekarang diganti coba naik angkutan umum yang agak jauh supaya kita ada gerakan, setidaknya jalan kaki,” katanya.
D berarti diet seimbang. Dalam hal ini, ia mengatakan bahwa masih banyak orang yang salah dalam menjalankannya. Ada beberapa yang bahkan tidak mengkonsumsi apa pun. Menurut Rensa, yang tepat adalah tetap mengkonsumsi karbohidrat, protein dan lemak, namun dalam jumlah atau porsi yang kecil saja.
“Bukan diet karbo ya. Nanti dapat glukosa untuk energinya dari mana? Jadi tetap harus seimbang,” katanya.
Terakhir, yakni I dan K, terdiri dari istirahat cukup dan kelola stres. Menurut Rensa, masyarakat khususnya di kota sangat minim untuk tidur tujuh hingga delapan jam sehari. Hal ini disebabkan oleh tingginya rutinitas dan mobilitas dalam bekerja. Padahal, istirahat cukup sangat dibutuhkan.
Baca juga: Demensia Bisa Dideteksi Melalui Indera Penciuman, Begini Caranya
“Kalau kita istirahat cukup, racun di tubuh bisa dibuang melalui proses detoksifikasi. Anda juga semakin rileks karena tidak kepikiran dengan tugas yang menumpuk,” katanya.
SARAH ERVINA DARA SIYAHAILATUA