Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Anak Ikut Organisasi Keagamaan, Akankah Jadi Bibit Intoleran?

Reporter

Editor

Rini Kustiani

image-gnews
Merawat Toleransi Dalam Keberagaman di Kota Bogor
Merawat Toleransi Dalam Keberagaman di Kota Bogor
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Anak muda memang harus aktif dan berpikir kritis. Aktif mencari informasi dan terlibat dalam berbagai organisasi yang sesuai dengan minat mereka. Begitu juga dengan yang dilakukan oleh Isti Toq’ah, 26 tahun. Sejak duduk di bangku SMP, Isti mengikuti kegiatan organisasi rohani Islam atau rohis untuk mendalami ilmu agama.

Ketika duduk di kelas II SMA, dia akhirnya keluar dari organisasi rohis. Alasannya, apa yang diajarkan dalam kegiatan itu cenderung mengajaknya untuk memiliki sudut pandang intoleran terhadap pemeluk agama lain. Dalam setiap kajian, Isti sering membantah argumentasi para senior di organisasinya mengenai sudut pandang terhadap pemeluk agama lain.

"Aku bilang, 'Mereka (pemeluk agama lain) tidak seburuk yang kalian katakan'," ujar Isti. Hanya saja, beberapa sosok senior di organisasi itu sering kali memintanya diam ketika mengkritisi sesuatu. Lantaran tak sesuai dengan hati nuraninya, Isti memutuskan memilih jalannya sendiri.

Peneliti senior Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Saiful Umam, mengatakan organisasi kerohanian memang memiliki dampak positif dan negatif bagi anak muda. Dampak positifnya, membuat anak muda lebih taat dalam menjalankan ibadah. Dampak negatifnya, di sana muncul sikap cenderung kurang toleran terhadap perbedaan.

Menurut Saiful, faktor-faktor yang terkait dengan relasi sosial kurang menjadi perhatian mereka sehingga muncul persepsi terhadap orang yang memiliki keyakinan berbeda. "Enggan bersosialisasi dengan yang dianggap berbeda," kata Saiful kepada Tempo, Kamis 11 Juli 2019.

Pada 2017, PPIM UIN Syarif Hidayatullah Jakarta mengadakan survei mengenai pandangan keberagaman muslim generasi Z atau mereka yang lahir setelah 1995. Survei ini juga dilakukan terhadap guru pendidikan agama Islam, dosen pendidikan agama Islam, siswa, dan mahasiswa di 34 provinsi serta 68 kabupaten/kota.
Sampelnya sebanyak 264 guru dan 58 dosen, 1.522 siswa, dan 337 mahasiswa. Analisis data menggunakan statistik deskriptif multiple regression analysis multilevel SEM analysis dengan margin of error 2,3 persen dan tingkat kepercayaan 95 persen.

Hasilnya, siswa atau mahasiswa muslim memiliki opini radikal sebesar 58,5 persen, pendapat intoleran terhadap kelompok agama lain sebesar 34,3 persen, dan sikap intoleran terhadap kelompok muslim minoritas seperti Syiah dan Ahmadiyah sebesar 51,1 persen. Sebanyak 86,55 persen siswa atau mahasiswa setuju jika pemerintah melarang keberadaan kelompok-kelompok minoritas yang dianggap menyimpang dari ajaran Islam.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Dalam survei tersebut ditemukan setidaknya ada empat faktor penting yang mempengaruhi seseorang menjadi intoleran dan radikal. Hal itu adalah proses belajar siswa, akses Internet untuk pengetahuan agama, persepsi tentang kinerja pemerintahan, dan ketidakefektifan organisasi keagamaan dalam merangkul anak muda.

Saiful menuturkan, mereka yang mengikuti organisasi masyarakat bercorak keagamaan dan aktif cenderung lebih toleran dibanding mereka yang tidak. Selain itu, siswa atau mahasiswa yang tidak memiliki akses Internet lebih memiliki opini moderat dibanding yang memiliki akses Internet.

Meski begitu, generasi Z tidak anti-NKRI. Dalam survei itu diketahui sebanyak 90,16 persen siswa atau mahasiswa setuju pengamalan Pancasila dan UUD 1945 sejalan dengan amalan Islam, dan sebanyak 80,74 persen siswa atau mahasiswa tidak setuju terhadap pernyataan bahwa pemerintah Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 adalah tagut dan kafir

Saiful dan timnya memberikan sejumlah rekomendasi, di antaranya pengenalan berbagai agama dan kepercayaan dalam pendidikan agama Islam terkait dengan materi: literasi keagamaan dan pendidikan lintas iman. Selain itu, negara berkewajiban mengembangkan pendidikan keagamaan yang terbuka, toleran, dan inklusif. "Temuan ini harus menjadi perhatian seluruh komponen masyarakat."

Baca juga: 
Survei Setara: Banyak Mahasiswa yang Ingin Negara Bercorak Agama

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Kenali Penyebab dan Kiat Menangani Anak yang Gemar Berbohong

1 hari lalu

Kebiasaan Anak Berbohong
Kenali Penyebab dan Kiat Menangani Anak yang Gemar Berbohong

Berikut langkah-langkah yang bisa dilakukan ketika mendapati anak berbohong.


7 Tips Ajak Anak Pola Makan Sehat

6 hari lalu

Ilustrasi makanan sehat. (Canva)
7 Tips Ajak Anak Pola Makan Sehat

Kebiasaan makan yang buruk dapat berdampak negatif pada kesehatan anak. Simak 5 tips anak ajak pola makan sehat


Israel Klaim Bunuh Anak dan Cucu Ismail Haniyeh Tanpa Konsultasi dengan Netanyahu

7 hari lalu

Perdana Menteri Isael, Benjamin Netanyahu dan Pemimpin group Hamas, Ismail Haniyeh. REUTERS/Ronen Zvulun dan Majid Asgaripour/WANA (West Asia News Agency) via REUTERS
Israel Klaim Bunuh Anak dan Cucu Ismail Haniyeh Tanpa Konsultasi dengan Netanyahu

Pasukan Israel membunuh tiga putra pemimpin Hamas Ismail Haniyeh dalam serangan udara di Gaza tanpa berkonsultasi dengan PM Benyamin Netanyahu


Manfaatkan Libur Idul Fitri untuk Pengasuhan Maksimal Anak

9 hari lalu

Ilustrasi keluarga. Freepik.com/Lifestylememory
Manfaatkan Libur Idul Fitri untuk Pengasuhan Maksimal Anak

KPAI meminta orang tua memanfaatkan momen libur Idul Fitri untuk memaksimalkan peran pengasuhan yang terbaik bagi anak.


Jangan Sembarang Menyerahkan Tugas Mengasuh Anak, Ini Saran Psikolog

11 hari lalu

Ilustrasi Baby Sister / pengasuh anak / penjaga anak yang galak. youtube.com
Jangan Sembarang Menyerahkan Tugas Mengasuh Anak, Ini Saran Psikolog

Psikolog menyarankan selain menitipkan pada orang yang bertanggung jawab dan dapat dipercaya, perhatikan ini saat menyerahkan tugas mengasuh anak.


Muhammadiyah Beberkan Alasan Tetapkan Idulfitri Lebih Awal

12 hari lalu

Ketum Muhammadiyah Haedar Nashir saat diwawancarai tempo di Pesatren Diniyah Puteri Padang Panjang. TEMPO/Fachri Hamzah
Muhammadiyah Beberkan Alasan Tetapkan Idulfitri Lebih Awal

Menurut Haedar, maklumat yang disampaikan Muhammadiyah lebih awal tak bermaksud mendahului pihak tertentu dalam penentuan Idulfitri.


Miniatur Toleransi dari Tapanuli Utara

18 hari lalu

Miniatur Toleransi dari Tapanuli Utara

Bupati Nikson Nababan berhasil membangun kerukunan dan persatuan antarumat beragama. Menjadi percontohan toleransi.


Tangis Aghnia Punjabi untuk Sang Putri yang Dianiaya Pengasuh

20 hari lalu

 Aghnia Punjabi/Foto: Instagram/ Aghnia Punjabi
Tangis Aghnia Punjabi untuk Sang Putri yang Dianiaya Pengasuh

Selebgram asal Malang Aghnia Punjabi tampak terisak saat menceritakan kembali peristiwa penganiayaan yang dialami putrinya.


Cara Andien Tumbuhkan Jiwa Sosial pada Anak

30 hari lalu

Penyanyi Andien Aisyah. Foto: Instagram/@andienaisyah
Cara Andien Tumbuhkan Jiwa Sosial pada Anak

Penyanyi Andien Aisyah rajin mengajak anak-anaknya mengikuti kegiatan sosial sejak kecil untuk melihat langsung kondisi di masyarakat.


6 Tips Memberi Tahu Anak soal Masalah Keluarga

31 hari lalu

Ilustrasi Ibu dan Anak. Sumber: Getty/mirror.co.uk
6 Tips Memberi Tahu Anak soal Masalah Keluarga

Ketika ada masalah keluarga, penting bagi orang tua untuk memberitahu anak dengan cara yang baik dan sesuai usianya.