TEMPO.CO, Jakarta - Serangan jantung atau yang lebih dikenal dengan istilah kedokteran penyakit jantung koroner adalah kondisi dimana terjadi penyempitan pembuluh darah menuju jantung. Akibatnya, pasien akan mengalami kekurangan oksigen sehingga bisa menyebabkan kematian jika tidak segera ditangani.
Dokter ahli jantung Hengkie F. Lasanudin mengatakan bahwa pria lebih rentan mengalaminya daripada wanita. Dalam acara Layanan Kegawatdaruratan Jantung RS Pusat Pertamina, ia pun menjelaskan tiga alasannya.
Pertama, hal ini berhubungan dengan tingkat stres. Menurut Hengkie, pria memiliki rasa emosional yang lebih tinggi daripada wanita. Sehingga tak heran, ini dapat menyebabkan pecahnya dinding arteri yang mengandung plak dan pada akhirnya memicu serangan jantung.
Oleh karena itu, kontrol akan stres wajib ditanamkan oleh para pria sejak dini. “Kalau punya masalah, belajar untuk mengendalikan diri. Jangan terlalu dipikirkan terlalu dalam karena akan merusak organ tubuh salah satunya serangan jantung ini,” katanya di Jakarta pada 1 Agustus 2019.
Kedua, ini terkait dengan kepemilikan hormon estrogen yang dimiliki para wanita. Walau begitu, ada beberapa pria yang memilikinya juga, namun angkanya sangatlah minim. Padahal, estrogen berfungsi untuk menghalau sumbatan pada pembuluh darah. “Itulah kenapa pria lebih banyak serangan jantung daripada wanita. Tapi begitu wanita menopause, artinya tidak memproduksi hormon estrogen lagi, ya jadi rentan serangan jantung juga,” katanya.
Ketiga, ini merujuk pada angka obesitas yang lebih besar pria daripada wanita. Memang, jika dilihat, banyak pria yang memiliki perut menonjol. Sedangkan penimbunan lemak ini dipercaya bisa menjadi plak dan menyumbat pembuluh darah. Oleh karena itu, mengontrol makanan dan olahraga adalah hal yang sangat disarankan Hengkie. “Secara kasat mata, pria memang banyak yang badannya besar. Ini rawan sekali serangan jantung. Sebaiknya pola hidupnya diperbaiki agar menurunkan resiko,” katanya.