TEMPO.CO, Jakarta - Biopsi menjadi salah satu upaya mendeteksi ada tidaknya sel kanker pada tubuh. Prosedur medis ini digunakan untuk mendeteksi ketidaknormalan pada jaringan tubuh dengan menggunakan mikroskop. Prosedur ini dilakukan oleh dokter untuk mengetahui gambaran bentuk jaringan tubuh dan mendiagnosis penyakit tertentu, seperti kanker. Untuk mengetahui penyebab suatu penyakit, dokter dapat mengambil sampel jaringan tubuh, seperti kulit, organ, atau benjolan di bagian tubuh tertentu. Cara itu pula yang dilakukan untuk mengecek keberadaan kanker prostat.
Namun benarkah prosedur biopsi ini menyakitkan? "Persepsi biopsi sakit, tidak nyaman itu tidak benar," ujar ahli urologi dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Irfan Wahyudi, di Jakarta, Senin 5 Agustus 2019.
Dalam biopsi, jaringan prostat diambil untuk diperiksa apakah jaringan itu terkena kanker atau tidak. Prosedur ini tidak melalui saluran cerna atau saluran kemih, melainkan bagian perineal karena memiliki risiko infeksi yang kecil dan dianggap paling aman.
Biasanya ada beberapa metode biopsi yang dilakukan para ahli, salah satunya biopsi dengan teknik robotik. Melaui cara ini, gerakan pemindaian dapat membuat irisan gambar 2 dimensi yang terdistribusi secara merata untuk rekonstruksi 3 dimensi.
Selain itu, panduan jarum dapat secara otomatis disejajarkan pada target dan dikunci untuk biopsi dan prosedur ini lebih stabil. "Lebih stabil. Kami bisa menentukan titik mana yang akan kami kerjakan. Angka ketepatan lebih tinggi," kata Irfan.
Baca Juga:
Menurut dia, penggunaan robotik dalam biopsi juga meminimalisir keluhan yang muncul sehingga pasien kanker prostat tak perlu merasakan hal-hal yang mereka khawatirkan. Pasien yang dapat dilakukan tindakan biopsi menggunakan alat bantu robotik umumnya memiliki karakteristik berupa abnormalitas pada pemeriksaan colok dubur dan memiliki nilai PSA tinggi.
Lalu, pada pemeriksaan biopsi sebelumnya mendapatkan hasil negatif namun tetap terdapat peningkatan PSA secara persisten dan didiagnosis kanker prostat.