TEMPO.CO, Jakarta - Lomba lari banyak digelar di mana-mana, seiring dengan tren olahraga lari yang sedang mencuat. Aneka lomba mulai dari jarak pendek seperti 5 kilometer (5K), 10K, sampai jarak jauh macam setengah maraton (21 km) dan maraton (42 km) digelar di banyak kota dan pesertanya selalu membludak.
Namun, berhati-hatilah buat para penggemar maraton. Hasil penelitian yang dilakukan oleh American Journal of Kidney Disease menyebutkan bahwa lari maraton akan mebuat kerja ginjal menjadi sangat berat.
Nefrolog Dr. Chirag Parikh dari Universitas Yale di Amerika Serikat, yang juga pemimpin penelitian, memperingatkan soal stres besar yang dialami tubuh dan dampaknya pada ginjal saat kita berlari maraton. Dalam penelitian, 82 persen pelari menderita cedera ginjal akut (AKI) stadium 1 tak lama setelah ikut berlomba.
AKI adalah kondisi di mana ginjal gagal untuk menyaring kotoran dari darah. Penyebabnya adalah kadar kreatin yang tinggi dan protein-protein peradangan yang mengambang di darah dan air seni. Kondisi tersebut sama dengan penderita cedera ginjal parah. Lebih lanjut, para peneliti menyatakan bahwa penyebab potensial kerusakan ginjal akibat maraton bisa juga disebabkan oleh naiknya temperatur tubuh, dehidrasi, dan berkurangnya aliran darah ke ginjal selama maraton.
“Respons ginjal terhadap stres fisik dari lari maraton seperti sedang cedera, dengan cara yang sama seperti yang dialami pasien yang sedang dirawat di rumah sakit akibat komplikasi medis,” jelas Parikh, seperti dilansir India Times.
Kondisi ginjal para pelari itu bisa pulih dalam dua hari setelah berlari sehingga mereka tak perlu khawatir untuk meneruskan kesenangannya itu bila kondisi fisiknya memang sehat. Akan tetapi, tetap saja muncul pertanyaan mengenai dampak jangka panjangnya. Para pakar itu menegaskan pentingnya beristirahat seusai beraktivitas berat seperti lari maraton.