TEMPO.CO, Jakarta - Berbagai kasus penyakit bisa disembuhkan melalui terapi sel punca, mulai dari kasus patah tulang gagal sambung, defek tulang panjang, kelumpuhan anak, osteoarthitis, diabetes melitus, luka bakar, penyakit jantung koroner, stroke, autisme, parkinson, leukemia, talasemia, dan penyakit lain. Dijelaskannya, sel punca lebih banyak dipanen ketika masa-masa remaja dan pertumbuhan.
Ketika manusia memasuki umur di atas 30 tahun akan lebih sedikit. Sebagai gambaran, di usia 45 tahun setidaknya manusia akan mengalami penurunan massa otot satu kilogram setiap dua tahun. Faktor lingkungan serta gaya hidup juga menjadi faktor utamanya percepatan penuaan sel-sel dalam tubuh.
Untuk mengembalikan keremajaan sel tubuh, setidaknya ada delapan hal yang bisa dilakukan, di antaranya berolahraga, diet sehat, menghindari stres, hormon endokrin, suplemen gen, estetika, kekebalan tubuh, dan sel punca.
"Untuk olahraga yang baik itu jam 05.30 dan terpapar sinar matahari pagi. Olahraga di luar jam tersebut hanya bermanfaat untuk pembentukan fisik bukan untuk peremajaan sel," tutur pakar sel punca Dr. M. Syaifuddin MARS.
Jika itu dilakukan maka tubuh akan memiliki mekanisme sendiri melakukan peremajaan sel. Namun, jika hal itu tidak bisa dilakukan, alternatif yang bisa dilakukan dengan melakukan terapi sel punca. Dibutuhkan antara satu juta sampai tiga juta sel per kilogram berat badan.
Terapi sel punca pada kasus kaki diabetik
Sementara untuk pelaksanaan terapi sel punca di Indonesia memang tak semua rumah sakit melakukannya. Ada beberapa rumah sakit yang sudah bisa melakukan layanan dengan persetujuan pemerintah sesuai Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) nomor 32 tahun 2014 tentang Penetapan Rumah Sakit Pusat Pengembangan Pelayanan Medis Penelitian dan Pendidikan Bank Jaringan dan Sel Punca. Di antaranya Rumah Sakit Cipto Mangun Kusumo (RSCM) dan RS Dr. Soetomo Surabaya, juga di klinik MMC Lamongan.
Hanya, masalah biaya masih menjadi kendala bagi pasien yang mau melakukan terapi. Setiap satu sel punca dihargai Rp 1-1,5 per sel, namun karena yang dibutuhkan jutaan sel setiap kali terapi sehingga biaya yang dikeluarkan tak sedikit.
Meskipun sudah teruji ampuh untuk mengobati beragam penyakit, namun dalam praktiknya, kendala biaya yang tidak bisa dijangkau oleh semua orang. Selain itu ada juga masalah sumber daya manusia, dan infrastruktur (laboratorium dan rumah sakit yang mumpuni) menjadi salah satu kendala terhambatnya pengembangan metode penyembuhan sel punca di Indonesia.
"Kami berharap pemerintah membangun fasilitas penelitian, produksi sel punca secara massal sehingga lebih terjangkau. Juga fasilitas perawatan bagi pasien yang sesuai standar," harap Syaifuddin.