TEMPO.CO, Jakarta - Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah salah satu penyakit yang banyak menyerang masyarakat di Indonesia. Pada 2018, sebesar 34,1 persen atau setara dengan 63 juta penduduknya adalah pasien penyakit ini.
Sayangnya, karena tidak memiliki gejala sama sekali, banyak pasien yang telat mendapat pertolongan. Padahal, jika tidak dikontrol dan diatasi dengan cepat, bukan hanya risiko kematian saja yang bisa mengintai, namun juga kecacatan. Ketua Umum Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia (PERHI), Tunggul D. Situmorang pun menjelaskannya.
Lewat rilisnya, ia mengatakan bahwa hipertensi dapat menyebabkan kerusakan pada organ penting seperti otak, jantung, ginjal, mata, pembuluh darah besar (aorta), dan pembuluh darah tepi.
“Misalnya, hipertensi dapat menyebabkan sekitar 50 persen stroke iskemik (penyumbatan) dan juga meningkatkan risiko stroke hemoragik (perdarahan). Stroke adalah penyebab utama kematian dan kecacatan jangka panjang yang parah,” katanya.
ilustrasi stroke (Pixabay.com)
Dalam kasus ini, tekanan darah tinggi akan merusak arteri di seluruh tubuh sehingga menciptakan suatu kondisi di mana arteri menjadi tebal, kaku, dan dapat pecah atau terjadi penyumbatan-penyumbatan. Akibatnya, kecacatan dalam bentuk kelumpuhan pada salah satu sisi wajah, lengan, dan kaki bisa dialami.
Itulah sebabnya Tunggul menyebutkan bahwa mengelola tekanan darah tinggi sangat penting untuk mengurangi risiko kecacatan. Hal ini pun bisa diwujudkan melalui perubahan gaya hidup sehat.
“Berat badan harus ideal dan mengurangi asupan garam. Kepatuhan pasien dalam menjalani pengobatan, pengukuran tekanan darah secara benar dan berkala juga menjadi hal yang sangat penting dalam pengendalian hipertensi,” jelasnya.
Berbagai penelitian pun sudah membuktikan bahwa hal ini bisa mencegah 35 hingga 40 persen kejadian stroke, 20 hingga 25 persen serangan jantung koroner, dan lebih dari 50 persen kejadian gagal jantung yang seluruhnya bisa menyebabkan kecacatan.