TEMPO.CO, Jakarta - Menulis cerita tentang perjalanan sedang menjadi tren di kalangan anak muda. Mereka umumnya akan pergi ke suatu tempat dan mulai mengabadikan kisahnya yang dibagikan kepada banyak orang melalui blog, media sosial, atau cetak. Jika Anda salah satunya, bagaimana cara menulis dan bercerita kepada pembaca?
Agar tidak salah langkah dan sebagai bahan evaluasi pula, editor tulisan perjalanan Tempo, Qaris Tajudin dalam acara “Travel Addict Festival” pun membagikan beberapa kesalahan utama yang wajib dihindari. Berikut empat di antaranya.
#Banyak menggunakan kata sifat
Saat menulis cerita tentang perjalanan, banyak orang yang berusaha menggambarkan sesuatu dengan kata sifat. Beberapa contohnya adalah cantik, tinggi, besar, elegan, dan sebagainya. Menurut Qaris, hal ini harus dihindari karena adjektif sering kali menipu.
“Misalnya Anda bercerita bahwa ada wanita cantik yang ditemui. Definisi cantik setiap orang itu berbeda sehingga bagi mereka yang tidak menganggap wanita itu cantik, menjadi tertipu,” katanya di Jakarta pada Sabtu, 7 September 2019.
#Menulis deskripsi yang terlalu panjang
Sebagai seorang penulis, Anda tentu akan dituntut untuk bisa menceritakan keseluruhan kejadian. Namun, memberikan gambaran yang terlalu panjang juga akan menimbulkan rasa bosan bagi pembaca. Terlebih jika sudah dilengkapi dengan foto dan video pada karya tersebut.
“Cukup sedikit dan tidak perlu bertele-tele. Apalagi jika sudah dilengkapi dengan visual yang bisa membantu pembaca untuk membayangkan situasi yang tengah berlangsung,” katanya.
#Menggunakan sudut pandang diri sendiri
Menulis cerita perjalanan seharusnya lebih ditujukan kepada pembahasan dan sudut pandang dari masyarakat sekitar. Sebaliknya, pemikiran dari sendiri harus diminimalisir sebab, menurut Qaris, traveling adalah kesempatan bagi seseorang untuk mendengarkan dan melihat sisi lain dari dunia.
“Fokusnya harus lebih kepada masyarakat, bagaimana tanggapan dan sudut pandang mereka. Kalau dari kita sendiri, nanti subyektif,” katanya.
#Harus linear dan kronologis
Banyak penulis perjalanan yang menetapkan suatu keharusan untuk membuat jalan cerita secara linear dan kronologis. Misalnya, mereka menulis dari awal kedatangan, aktivitas apa saja yang dilakukan hingga pulang. Padahal, menurut Qaris, hal ini tidak selalu tepat karena kejutan atau peristiwa yang menarik juga bisa dijadikan cerita pembuka atau berada di tengah badan tulisan.
“Jadi bebas saja. Kuncinya jangan menulis perjalanan seperti diary,” katanya.