TEMPO.CO, Jakarta - Spesialis anak Dr. dr. Tubagus Rahmat Sentika SpA MARS, mengatakan kebakaran hutan dan lahan menimbulkan kabut asap dan polusi udara yang membahayakan tubuh. Hal itu dikarenakan karbon yang dihasilkan kebakaran hutan bersenyawa dengan oksigen dan dihirup oleh tubuh.
"Udara yang penuh dengan zat karbon akan mengendap pada saluran napas, dampaknya sesak napas, terutama jika polusi udara melebihi ambang batas," ucapnya.
Untuk itu, saat terjadi kabut asap, diharapkan masyarakat ke luar rumah menggunakan masker. Kelompok masyarakat yang rentan terkena dampak kabut asap adalah ibu hamil dan anak-anak. Jika indeks pencemaran udara mencapai level berbahaya, maka diharapkan masyarakat tidak beraktivitas di luar ruangan.
"Hati-hati jika angka ISPU melebihi angka 100 atau tidak sehat, maka harus menggunakan masker. Sekarang sudah di kisaran 200 hingga 600 dan sudah banyak masyarakat ke rumah sakit karena ISPA," katanya.
Gejala ISPA dimulai dari hidung lalu ke rongga mulut, berlanjut ke bagian tenggorokan hingga paru-paru. Rahmat meminta masyarakat berhati-hati jika sudah sampai paru-paru. Untuk menghindarinya, perlu mandi tiga hingga empat kali sehari dan pergi ke ruangan yang tidak terkena pencemaran udara.
Warga Jambi dan anaknya kenakan masker saat beraktifitas di luar ruangan untuk menghindari paparan kabut asap yang menyelimuti Kota Jambi, Senin (9/9/2019) (ANTARA/Muhamad Hanapi)
Rahmat menjelaskan kabut asap juga mempunyai pengaruh pada tumbuh kembang anak. Pertumbuhan anak di wilayah terdampak kabut asap karhutla akan terganggu jika tidak mendapatkan asupan gizi yang baik serta infeksi berulang. Infeksi berulang bisa disebabkan oleh ISPA. Bisa jadi, dampaknya tidak cepat tetapi dalam jangka panjang berbahaya anak akan mengalami sakit-sakitan.
Perkembangan anak juga mengalami gangguan, terutama kecerdasan. Penyebabnya perkembangan otak terganggu, yang aman otak saat baru lahir hanya 25 persen, naik menjadi 86 persen pada umur 3 tahun, dan 6 tahun 96 persen. Maka, setelah berusia enam tahun, otak tidak mengalami pertumbuhan lagi.
"Anak-anak yang berusia 6 tahun ke bawah harus hati-hati saat kabut asap, karena bisa mengakibatkan gangguan kecerdasan," kata Rahmat.
Gangguan kecerdasan diakibatkan polusi udara mengganggu perkembangan syaraf yang ada di otak. Oleh karena itu, Rahmat mengingatkan para orang tua yang tinggal di wilayah terdampak kabut asap untuk mengawasi tumbuh kembang anak-anaknya.
"Kami berharap hujan segera turun dan kebakaran hutan segera padam. Ke depan, tata kelola hutan harus lebih baik lagi agar tak berdampak pada kesehatan masyarakat dan generasi penerus," imbuhnya.