TEMPO.CO, Bogor - Penyakit tidak menular atau non-communicable disease beriringan dengan kebiasaan merokok. Di Indonesia, juga di dunia saat ini sedang dihadapi masalah meningkatnya penyakit tidak menular (non-communicable disease). Tren penyakit tidak menular meningkat lebih dari 70 persen.
“Secara nasional, penyakit tidak menular menyebabkan kehilangan tahun produktif terbesar atau DALYs disability dibandingkan penyakit menular,” kata Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan Oscar Primadi saat pembukaan Asia Pasific-City Alliance fot Tobacco Control and NCD’s Prevention di Bogor, Rabu, 25 September 2019.
Ia mengatakan,d ari data Riset Kesehatan Dasar Kementerian Kesehatan menunjukkan penyakit tidak menular menempatkan posisi tertinggi di 34 provinsi di Indonesia. “Kebanyakan karena stroke, serangan jantung, penyakit pernapasan kronis, dan diabetes mellitus.”
Persoalannya, kata Oscar, peningkatan penyakit tidak menular ini biasanya beriringan dengan tingginya faktor hipertensi dan tingginya gula darah. Hal ini diakibat dari diet yang tidak sehat kebiasaan merokok.
Data dari BPJS pada 2018, penyakit katastropik menyebabkan pengeluaran tanggungan kesehatan hingga Rp 20,4 triliun atau 21,6 persen dari total pengeluaran. “Dari 21,6 persen, sebanyak 51,5 persen atau Rp 10,5 triliun pengobatan penyakit jantung yang mendekati peringkat pertama diikuti penyakit kanker sebesar 16,7 persen atau Rp 3,4 triliun,” ujarnya.
Data dari WHO juga menunjukkan bahwa setiap tahun di seluruh dunia ada 15 juta angka kematian muda pada usia 30-69 tahun. Jika ditotal, terdapat 7,2 juta angka kematian yang disebabkan oleh konsumsi tembakau dan sebanyak 70 persen kematian terjadi di negara berkembang termasuk Indonesia.
Kecenderungan peningkatan prevalensi merokok terlihat pada usia muda dibanding dewasa. Dari data yang dihimpun oleh Program Kesehatan Indonesia dengan Pendekatan Keluarga menemukan bahwa keluarga dengan anggota yang salah satunya merokok sebesar 55,6 persen. Hal ini menjadi dasar perlunya upaya pengendalian konsumsi produk tembakau di Indonesia.
Tingginya konsumsi tembakau ini, kata Oscar seharusnya membutuhkan keseriusan dan kerja sama semua pihak. “Mari para wali kota agar bersekutu membuat komunitas kesehatan dengan mengimplementasikan Germas.”