TEMPO.CO, Jakarta - Matematika dicap sebagai pelajaran sulit dan rumit sehingga tak sedikit pelajar yang kurang menyukainya. Selain harus berkutat dengan angka dan rumus, mata pelajaran ini kerap dianggap momok dan mimpi buruk yang membuat frustrasi. Akibatnya, para pelajar cenderung malas-malasan saat pelajaran matematika sehingga akhirnya mendapatkan nilai jelek.
Akan tetapi, seorang matematikawan Hunggaria, Alfred Renyi, mengatakan, "Jika saya merasa tidak bahagia, saya akan mengerjakan matematika untuk menjadi bahagia. Jika saya senang, saya akan mengerjakan matematika untuk tetap bahagia.”
Terkait dengan pandangan matematika merupakan pelajaran yang sulit, Guru Besar Ilmu Matematika Universitas Andalas (Unand) Padang, Profesor Syafrizal Sy, mengajak publik untuk mengubah paradigma soal belajar matematika dari ilmu yang dianggap sulit menjadi pelajaran untuk menumbuhkan logika.
"Kalau seseorang bisa memahami matematika dengan baik maka kemampuan berlogikanya akan bagus sehingga dapat mencegah berbagai kesalahpahaman dalam kehidupan sehari-hari," katanya.
Ia menyampaikan salah satu manfaat dari kemampuan berlogika yang baik adalah paham mana yang menjadi haknya dan mana yang bukan sehingga dapat meminimalkan terjadinya praktik korupsi. Ia memberi contoh dalam hidup bernegara orang harus memahami mana yang menjadi hak dan mana yang menjadi kewajiban.
Ilustrasi anak mengerjakan soal/matematika. Shutterstock
"Kalau dilihat di negara Eropa yang matematikanya kuat malah angka korupsinya rendah dan menjadi salah satu daerah tujuan wisata," ujarnya.
Orang dengan kemampuan logika yang baik disebutnya cerdas berakal sehingga kehidupannya tertata dengan baik. Terkait dengan bagaimana menjadikan matematika pelajaran yang menarik dan menyenangkan, ia mengemukakan langkah pertama adalah keberadaan guru yang tepat dan mampu menyajikan matematika dengan konsep sederhana serta mudah dipahami sehingga mampu menumbuhkan logika. Ia menilai salah satu kuncinya adalah guru berpengalaman yang mampu mengajarkan matematika dengan cara yang sederhana meski materinya sulit.
Selama ini, ia kerap menemukan dalam pertemuan pertama pelajaran matematika dan pengenalannya kurang bagus. Ia mengibaratkan guru matematika yang berkualitas seperti makanan yang dimasak oleh orang yang tepat maka rasanya akan lezat.
"Kuncinya ada pada orang, sebab walau bahan yang sama namun yang mengolah tidak cakap maka hasilnya jadi tidak enak," ujarnya.
Pada awal pengajaran seharusnya guru tidak langsung menyampaikan rumus melainkan meletakkan fondasi tentang bagaimana cara berpikir yang tepat dan benar. Syafrizal juga berencana merintis Rumah Matematika Indonesia sebagai upaya membuat matematika lebih disenangi anak hingga mahasiswa. "Kalau pelajar sudah mencintai matematika, yang sulit akan menjadi mudah," katanya.