TEMPO.CO, Jakarta - Hari Kesehatan Mental Sedunia jatuh pada 10 Oktober 2019. Tahukah Anda bahwa pertanyaan ‘kapan lulus?’ juga bisa berpengaruh pada kesehatan mental seseorang?
Spesialis kesehatan jiwa Heriani mengatakan pertanyaan yang berhubungan dengan kemampuan dan bukan segala sesuatu yang pasti, jika ditanya terus menerus dapat menyebabkan stres dan depresi.
“Dari kampus, lulus memang normalnya 3,5-4 tahun. Tapi itu bukan suatu kepastian karena pihak kampus pun mengerti bahwa kemampuan setiap orang berbeda. Kalau mahasiswa didesak terus dengan pertanyaan seperti itu dan mentalnya tidak kuat, dia pun bisa mengalami masalah kejiwaan,” katanya dalam acara “Prevent Suicide by Loving Yourself” di Jakarta pada 9 Oktober 2019.
Untuk mengatasi masalah ini, kedua belah pihak pun harus mengupayakan. Dari sisi penanya, diharapkan untuk berpikir sebelum melontarkan sebuah pertanyaan.
Wisuda. Ilustrasi
“Coba dipikirkan dulu, baik atau tidak, menyakiti hati orang lain atau tidak, atau bisa berkaca pada diri sendiri, bagaimana rasanya jika mendapat pertanyaan seperti itu,” ujarnya.
Apabila pertanyaan tersebut tetap digaungkan, mahasiswa yang menjawab pun bisa memberi dua tanggapan. Pertama, dapat berupa gurauan. Heriani mencontohkan untuk menjawab bulan Mei alias “maybe yes dan maybe no” (mungkin iya dan tidak).
“Dibuat lelucon justru baik karena meringankan stres dari pertanyaan kapan lulus itu. Anda semakin santai dan rileks kalau jawabnya nyeleneh,” jelasnyanya.
Pilihan lain dapat berupa jujur, namun tidak menghakimi. Contohnya, sampai tahap mana Anda saat ini. Namun, tidak ditambah betapa sulitnya menyusun skripsi tersebut.
“Jujur saja sudah sampai mana dan kurang apa. Tapi tidak perlu bilang susah karena materinya sulit dicari dan sebagainya. Ini justru meremehkan kemampuan Anda,” katanya.