TEMPO.CO, Jakarta - Gangguan kejiwaan pada anak akibat gawai semakin memperihatinkan. Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat (Jabar) mengungkap beberapa tahun terakhir ini mulai menerima pasien anak penderita orang dengan gangguan jiwa (ODGJ). Penyebabnya penggunaan gawai yang berlebihan.
Direktur RSJ Provinsi Jawa Barat, dr. Elly Marliyani, mengatakan walaupun pihaknya belum mengantongi data pasti jumlah pasien anak ke rumah sakit jiwa tapi fenomena tersebut sudah terjadi. Bahkan, kasus anak ODGJ akibat penggunaan gawai berlebihan berpotensi meningkat jika tidak ditangani dan menurut prevalensi yang ada satu dari sepuluh orang mengalami orang dengan masalah kejiwaan (ODMK).
"Biasanya ODGJ maupun ODMK dialami remaja yang masuk umur 15 tahun, tapi dengan perkembangan zaman seperti sekarang terdapat anak kecil yang bahkan sudah dimasukkan ke rumah sakit jiwa," katanya.
Dia menuturkan sudah banyak orang tua yang membawa anak mereka untuk direhabilitasi ke RSJ Provinsi Jawa Barat akibat kecanduan gawai. "Anak-anak ini ada yang berumur 5 tahun ada juga yang 8 tahun,"ujarnya.
Dia mengatakan potensi ini semakin besar. Salah satunya dipengaruhi penggunaan gawai dan para orang tua sekarang sudah banyak yang memberikan gawai kepada anak. Pemberian ini dilakukan awalnya agar anak bisa bermain tanpa mengganggu kegiatan orang tua dan sayangnya penggunaan ini kemudian membuat anak menjadi kecanduan.
Ilustrasi anak bermain gawai (pixabay.com)
"Jika gadget dipakai berlebihan dan menjadi ketergantungan bisa mengganggu jiwa anak tersebut," ujar Elly.
Pihaknya memberikan contoh saat pemadaman listrik pada Agustus 2019, ada anak kecil yang marah kepada orang tuanya karena tidak bisa bermain gawai.
"Saat mati lampu anak tersebut enggak bisa diberitahu, mengamuk hancurkan pintu, itu hal yang tidak diduga. Anak sekecil itu gara-gara handphone-nya tidak bisa di-charge," jelasnya.
Elly pun menegaskan hal itu bisa dicegah dari awal. Gawai kembalikan pada fungsinya.
"Apakah anak sudah harus gunakan gadget. Berikan gadget pada anak sesuai dengan usianya. Selain itu aktifkan bermain dengan anak seusianya dan permainan tradisional, "ucapnya.
Sementara itu, Kepala Seksi Penyakit Tidak Menular dan Kesehatan Jiwa Dinkes Jabar, Arief Sutedjo, mengatakan saat ini anak-anak memiliki potensi tinggi menjadi sakit jiwa dengan kondisi sosial yang berkembang di masyarakat. Arif mengatakan untuk mengurangi dampak negatif tersebut, orang tua dan guru di sekolah memiliki peran penting membangun sikap anak.
"Seperti guru BP harus bisa mengajarkan anak agar menghindari hal negatif yang bisa ada di sekolah. Mereka juga harus diajarkan bisa bergaul dengan lingkungan yang baik," kata Arif.