TEMPO.CO, Jakarta - Andi Appi Patongai sangat perhatian terhadap pendidikan di daerahnya, Sulawesi Selatan. Aktivis pendidikan ini pun melakukan berbagai kegiatan ke berbagai pelosok Sulawesi Selatan untuk meningkatkan literasi anak-anak bersama Yayasan 1000 Guru Sulsel.
Salah satu daerah yang pernah didatanginya adalah Dusun Bahonglangi, Desa Bontojai, Kecamatan Bontocani yang berada di Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan. Untuk menggapai Dusun Bahonglangi, dibutuhkan perjalanan durasi 5 jam dengan mengendarai mobil ditambah jalan kaki selama 3 jam. Sejak 2016, Yayasan 1000 Guru Sulawesi Selatan dan Appi berfokus pada pemberdayaan anak-anak. Sayang ada banyak tantangan saat pelaksanaan yang terjadi. Salah satunya datang dari para orang tua mereka, khususnya ibu-ibu yang sempat melarang anak-anak itu untuk mengikuti kelas. Ibu-ibu itu lebih menyuruh anak-anak mereka untuk membantu orang tua ke ladang.
Suasana belajar dalam kegiatan Rural Woman Empowerment di desa Bahonglangi, Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan/Rendra Hernawan
Appi menemukan permasalahan mendasar di Dusun Bahonglangi yaitu keterlibatan kaum perempuan dalam menentukan pendidikan anak-anaknya. Tingkat putus sekolah di Bahonglangi sangat tinggi, hampir semua anak hanya menyelesaikan pendidikan SD. Salah satu faktor terbesar banyaknya anak putus sekolah adalah karena jarak sekolah sangat jauh dan anak-anak lebih baik langsung mencari uang atau diminta untuk bertani untuk membantu kebutuhan keluarga.
Jarak yang harus ditempuh ke sekolah setingkat SMP mencapai 10-15 kilometer dengan berjalan kaki, melewati hutan lebat dengan waktu tempuh mencapai 4-5 jam. Jika harus bersekolah, anak-anak pun harus mengurus administrasi di kabupaten berbeda yang membuat mereka harus bolak-balik dan sulit sekali melakukan berbagai kegiatan administrasi itu seorang diri.
Appi mengatakan masih ada beberapa wanita yang masih belum bisa membaca. Karena tingkat literasi yang rendah, mereka pun sering membedakan uang untuk belanja hanya berdasar warna saja tanpa mengetahui nominalnya. Belum lagi mereka tidak pandai menabung dan sering sekali rugi dalam mengelola keuangan mereka. Ibu-ibu dusun itu juga menjual beras merah atau madu yang mereka miliki sesuai harga yang diinginkan tengkulak. Mereka pun dulu menjual ternak sapi mereka dengan harga sangat murah, yaitu hanya Rp 3 juta. "Kami sering sekali berhutang untuk memenuhi kebutuhan kami karena kami tidak bisa mengelola keuangan," kata Ecce, salah satu warga Dusun Bahonglangi.