TEMPO.CO, Jakarta - Pakar gizi mengingatkan perbaikan gizi masyarakat Indonesia yang paling utama harus dimulai dari orang tua. Mereka berperan dalam menentukan generasi penerus berkualitas atau tidak.
"Harusnya dari orang tua, calon bapak dan ibu, pasangan baru menikah, karena merekalah yang merencanakan memiliki anak," kata Ketua Perhimpunan Pakar Gizi (Pergizi) dan Pangan, Profesor Hardinsyah, menanggapi hal paling esensial dalam perbaikan gizi masyarakat Indonesia.
Menurutnya, pasangan muda sudah harus memiliki pengetahuan dan keterampilan tentang pola asuh, soal pemenuhan gizi, memberikan ASI selama dua tahun, dan makanan pendamping ASI setelah enam bulan, serta berbagai informasi kesehatan lain.
"Menjaga anak supaya tidak diare, panas dalam dengan cuci tangan, itu kan hal-hal sederhana sebenarnya," ujar Hardinsyah.
Dia mengamati pola hidup masyarakat perkotaan sekarang ini, khususnya pasangan muda, yang sama-sama bekerja sehingga menyerahkan pengasuhan anak kepada orang lain sehingga perhatian kepada keluarga jadi semakin berkurang dewasa ini. Hardinsyah, yang merupakan Guru Besar Institut Pertanian Bogor. ini mengingatkan agar orang tua memberikan makan kepada anak dengan gizi yang cukup.
Makanan yang diberikan harus terdapat karbohidrat, sayur-sayuran, dan protein hewani, seperti telur, daging, ikan, dan susu. Dia mengungkapkan sejumlah kajian membuktikan bahwa memberikan satu butir telur setiap hari kepada anak usia di atas satu tahun efektif mencegah terjadinya stunting.
Menurut Hardinsyah, pencegahan stunting dengan satu butri telur per hari sangat sederhana dan murah karena harga per butir telur yang bahkan setengah dari harga satu batang rokok.
"Yang intinya perubahan mindset, perubahan perilaku, dan peningkatan pengetahuan," katanya.
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar 2018, 95,5 persen masyarakat Indonesia kurang mengonsumsi buah dan sayur. Angka tersebut meningkat dari Riskesdas tahun 2013, yaitu 93,5 persen masyarakat Indonesia kurang makan sayuran dan buah-buahan.