TEMPO.CO, Jakarta - Rumah Sakit Jiwa Daerah (RSJD) dr Arif Zainudin Surakarta menerima semakin banyak pasien kecanduan gawai seiring dengan semakin tingginya ketergantungan terhadap fitur-fitur yang ditawarkan oleh perangkat komunikasi tersebut. "Kalau dulu rata-rata hanya sepekan sekali ada pasien yang masuk akibat kecanduan ponsel, saat ini hampir setiap hari ada saja pasien yang datang dengan kondisi tersebut," kata Kepala Instalasi Kesehatan Jiwa Anak Remaja RSJD Surakarta Aliyah Himawati.
Sejak tahun ajaran baru hingga saat ini ada sekitar 35 anak remaja, dalam satu hari itu ada satu sampai dua anak yang berobat. Ia mengatakan gangguan yang dialami oleh masing-masing pasien yang mengalami kecanduan ponsel tidak sama. "Ada yang tidak menganggap keberadaan orang tuanya. Pasien ini menganggap dia turun dari langit. Isi pikirannya ada di game (permainan) yang ada di ponsel itu," katanya.
Bahkan, menurut dia, pasien dengan kecanduan game pada tingkat yang sudah parah sampai tidak mau makan dan sekolah, atau mau ke sekolah hanya karena ingin memanfaatkan fasilitas WiFi yang ada di sekolah untuk bermain gam
Sebelumnya, Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat (Jabar) juga mengungkap hal serupa dimana beberapa tahun terakhir ini mulai menerima pasien anak penderita orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) akibat penggunaan gawai yang berlebihan.
Perkembangan teknologi semakin pesat, risiko anak kecanduan gadget dan berujung pada kehadirannya di rumah sakit jiwa tentu meresahkan para orang tua. Agar kejadian serupa tidak menimpa, menetapkan beberapa peraturan bagi anak untuk bermain gawai pun bisa diterapkan.
Situs Screentimelabs.com mengatakan bahwa orang tua bisa membuat sebuah rancangan jadwal penggunaan gadget. Jadwal ini bisa fleksibel dan terikat dengan kebutuhan. Misalnya, jika anak membutuhkan gawai untuk membantu pekerjaan rumah (PR), waktu penggunaannya bisa lebih dibebaskan.
Namun saat makan bersama di meja makan, mereka wajib meletakkan telepon genggam dan alat elektronik lainnya. Tujuannya agar bisa bercengkrama dengan keluarga dan fokus menikmati makanan di meja makan. Sebaliknya, ini juga dicontohkan oleh orang tua agar tanggung jawab penggunaan gawai merata di dalam keluarga.
Menginstal aplikasi Parental Control atau kontrol orang tua juga bisa dilakukan. Dengan ini, orang tua bisa mengikuti dan membatasi aktivitas anak saat menggunakan gawai. Sebab, alat elektronik tersebut akan selalu terkunci dan hanya bisa digunakan saat dibuka oleh orang tua. Selain mencegah kecanduan, ini bisa menjadi platform pencegah cyberbullying karena pengawasan ketat dari orang tua.
Mengajak banyak melakukan aktivitas selain bermain gawai juga bisa dilakukan. Situs Very Well Family mengatakan bahwa salah satu alasan anak terlalu terpaku pada gawai adalah karena mereka tidak memiliki aktivitas lain selain bermain alat elektronik tersebut. Jadi, segera habiskan banyak waktu Anda dengan anak seperti menggambar atau bermain di taman.
Terakhir, menerapkan edukasi tentang penggunaan gawai secara berlebih bisa dilakukan. Misalnya, orang tua memberikan pengertian bahwa alat elektronik yang digunakan secara terus menerus bisa merusak mata. Sisi psikologis mereka juga terganggu jika kecanduan. Semakin dewasa, anak pun bisa mengerti dan mau mengurangi penggunaan gawai.
SARAH ERVINA DARA SIYAHAILATUA | ANTARANEWS | SCREENTIMELABS.COM | VERYWELLFAMILY