TEMPO.CO, Jakarta - Dina Marta Aulianingrum masih ingat bagaimana ia pernah mengajar dengan cara yang sangat monoton. Guru Bahasa Indonesa di SMK Negeri 1 Kedungwuni, Pekalongan, Jawa Tengah ini terbiasa masuk kelas, mengajar, memberi tugas pada murid, mengoreksi tugas siswa, mengajar kembali, lalu memberi tugas. "Lama-lama saya jenuh sendiri," kata Dina kepada Tempo pada acara Temu Pendidik Nusantara 2019, Ahad 27 Oktober 2019 di Jakarta.
Merasa pekerjaannya hanya sebuah rutinitas saja, Dina pun mencoba mencari bantuan. Ia bertemu tim Kelompok Guru Belajar (KGB). Di komunitas itu, ia belajar dari para guru-guru lain bahwa ada banyak sekali media yang bisa digunakan seorang guru dalam mengajar di kelas. "Dari guru di KGB itu, saya baru tahu, ternyata ada media video, board game, karikatur," kata Dina yang berpikir memilih media apa yang paling pas untuk kelasnya.
Baca Juga:
Sambil berpikir cara terbaik menyesuaikan media belajar yang dia dapat untuk murid-murid kelasnya, Dina pun terus melakukan introspeksi diri. Dina bertanya kepada murid-muridnya bagaimana pandangan mereka tentang cara ajar Dina. "Mereka bilang 'Boleh jujur tidak bu? Sebenarnya cara ajar bu Dina itu tidak enak banget'," kata Dina mencontoh ucapan sang murid. Beruntung Dina tidak merasa sakit hati dan bersyukur anak-anak muridnya itu berani jujur.
Setelah mempelajari lebih dalam, Dina akhirnya mencoba mencari tahu kesenangan para muridnya. "Dari hobi anak-anak, saya tahu ada yang suka gambar, ada suka nyanyi, atau juga membaca buku," kata Dina.
Ia pun membuat berbagai tugas yang sesuai dengan kesenangan para murid-muridnya. Misalnya Dina sedang ingin menerangkan anekdot. Akhirnya ia pun meminta muridnya membuat tugas yang berhubungan dengan anekdot. "Misalnya yang suka gambar saya minta menggambar yang bertema anekdot, yang suka nyanyi saya minta agar mereka bisa membuat lagu buat tentang anekdot," katanya.
Cara belajar seperti itu membuat kegiatan belajar mengajar menjadi lebih hidup. Dina mengatakan anak-anak lebih semangat saat belajar di kelasnya. Salah satu buktinya adalah saat anak-anak murid mengumpulkan hasil tugas mereka jauh lebih cepat dari waktu tenggat. "Biasanya saya harus 'ayok-ayok, mana tugas, kumpulkan sekarang'. Sekarang bila deadlinenya sepekan lagi, mereka malah sudah kumpulkan tugasnya pekan ini," kata Dina senang melihat perkembangan muridnya.
Ia senang bisa memiliki kompetensi untuk mencari media yang paling pas untuk keberagaman latar belakang muridnya. Atas prestasinya itu, Dina pun mendapatkan beasiswa untuk mengunjungi sekolah - sekolah di New Zealand. Ia dan sejumlah guru ingin mencontoh hal baik dalam kunjungan studi banding itu. "Persiapan kepergian ke New Zealand masih dalam masa persiapan," katanya.