TEMPO.CO, Jakarta - Sarapan dapat membantu mengurangi berat badan, menjaga suasana hati, bahkan melindungi tubuh dari penyakit. Inilah yang terjadi pada tubuh jika melewati sarapan di pagi hari.
Breakfast (sarapan) secara harfiah berarti “break the fast” atau makan setelah tidur panjang di malam hari, tidak makan hingga pagi hari karena makan di malam hari hanya akan berakibat buruk pada proses metabolisme tubuh. Berdasarkan studi yang dilakukan oleh NPD Group, perusahaan pemasaran di Amerika Serikat, sebanyak 31 juta penduduk negara itu (28 persen laki-laki berusia 18–34 tahun) ternyata melewatkan sarapan. Salah satu alasan mengapa jutaan orang melewati sarapan adalah merasa tidak lapar di pagi hari.
“Kebanyakan dari mereka merasa tidak lapar sehingga melewatkan sarapannya,” ujar Josh Axe, D.N.M., dokter, ahli nutrisi, sekaligus penulis beberapa buku terlaris, seperti The Real Food Diet Cookbook.
Axe menyarankan untuk memulai hari dengan smoothie sehat, batasi porsi makan malam, dan minuman beralkohol atau kudapan di malam hari sebelum tidur.
“Sarapan sehat merupakan kombinasi antara protein dengan lemak, seperti telur dan alpukat, keduanya membuat kenyang lebih lama dan mencegah terjadinya fluktuasi gula darah,” sambung Axe.
Axe juga menjelaskan banyak ahli nutrisi menyarankan untuk mengonsumsi 300–500 kalori saat sarapan, idealnya satu atau dua jam setelah bangun tidur. Hindari makanan cepat saji, sarapan dirumah jauh lebih sehat.
Para peneliti dari Universitas Illinois di Amerika Serikat menemukan bahwa menu sarapan yang disajikan di berbagai restoran cepat saji mengandung banyak kalori dan lemak jenuh. Namun, kalori yang berasal dari protein, karbohidrat kompleks, dan serat sangat rendah dibanding dengan menu sarapan yang dibuat di rumah.
“Perhatikan kalori dalam bentuk cair, termasuk jus buah dalam kemasan atau pemanis untuk kopi dan teh. Biasanya mengandung gula, tapi tidak mengandung serat, protein dan karbohidrat kompleks yang membuat Anda merasa kenyang. Pilih makanan berkabohidrat seperti roti gandum, kentang, ubi, atau beri untuk sarapan,” jelas Axe, dikutip dari Men’s Fitness.
Axe menyarankan untuk tidak mengonsumsi makanan yang terlihat sehat namun sebenarnya tidak, seperti muffin, bagel, scone, dan granola bars. Mereka lebih cocok dikategorikan sebagai makanan penutup dibanding sarapan.
Gula darah menurun
Penelitian yang dipublikasikan dalam Journal of Frontiers of Human Nueroscience menunjukkan bahwa sarapan menjaga kestabilan insulin dan glikogen dalam tubuh. Jika glikogen tidak diperbaharui setelah tidur panjang, Anda akan merasa lapar, lemas, dan pusing.
“Setelah berpuasa semalaman, gejala seperti itu kerap dialami mereka yang melewati sarapan dan menunggu makan siang untuk makan,” ujar Axe.
Metabolisme tidak maksimal
Menurut International Journal of Obesity, terdapat bukti jika sarapan dapat meningkatkan metabolisme dan merangsang tubuh untuk membakar lebih banyak kalori. Jika Anda melewati sarapan, tubuh akan berada pada mode istirahat, dan mulai menyimpan lebih banyak kalori (seperti beruang saat hibernasi).
“Saat metabolisme lambat, cadangan glukosa dalam otot digunakan sebagai sumber bahan bakar, sehingga sulit bagi seseorang yang gemar melewati sarapan untuk membentuk otot,” jelas Axe.
Mudah stres
Para peneliti dari Universitas Texas, Austin, mengemukakan bahwa sarapan berdampak baik pada kortisol atau hormon stres yang diproduksi oleh kelenjar adrenal. Kortisol sendiri memiliki banyak fungsi, termasuk membantu tubuh untuk menggunakan gula atau glukosa dan lemak untuk menghasilkan energi dan mengelola stres.
“Normalnya, kortisol mencapai puncaknya pada pukul 07.00. Itu sebabnya penting untuk sarapan guna menjaga kortisol agar tetap stabil. Jika kortisol meningkat, seseorang akan merasa cemas atau gelisah,” ujar Axe.
Risiko penyakit jantung meningkat
Menurut sebuah keterangan pers yang dikeluarkan oleh American Heart Association, melewati sarapan dapat membuat seseorang lebih rentan terkena penyakit jantung, obesitas, tekanan darah tinggi, kolesterol dan diabetes.
Faktanya, studi yang dilakukan oleh Harvard selama 16 tahun menunjukkan sebanyak 27 persen dari 27 ribu orang laki-laki berusia 45– 82 tahun melewati sarapan dan berisiko terserang penyakit jantung bahkan kematian akibat terserang jantung koroner.