TEMPO.CO, Jakarta - Manfaat kesehatan dari minum kopi semakin banyak ditemukan oleh para ahli. Sebelumnya, beberapa riset menyatakan minum kopi secara rutin dapat melawan lemak tidak sehat, mengurangi peradangan yang berkaitan dengan obesitas, dan melindungi otak hingga usia lanjut. Minum kopi juga dapat menjaga arteri tetap sehat dan lentur dengan mencegah penumpukan kalsium dan risiko penyumbatan. Selain itu, minum kopi membantu tubuh melawan diabetes dengan meningkatkan kontrol gula darah serta menjaga hati tetap sehat.
Kini para peneliti menemukan satu lagi alasan yang menguatkan kopi menjadi minuman kegemaran semua kalangan. Penelitian terbaru ini menyoroti mekanisme di balik efek kopi dengan melihat hubungan antara kopi dan kesehatan mikrobiota pada usus. Penelitian ini dilakukan di Pusat Inovasi dalam Kualitas, Efektivitas, dan Keselamatan, Pusat Medis Michael E. DeBakey VA, Baylor College of Medicine, di Houston, Texas, Amerika Serikat.
"Sudah banyak peneliti yang tahu bahwa mengkonsumsi kopi terbukti bermanfaat dalam melawan penyakit metabolisme," kata dokter Li Jiao, peneliti senior dalam riset ini, seperti dikutip Medical News Today, 30 Oktober lalu. "Dalam penelitian ini kami mengamati hubungan antara konsumsi kafein dan komposisi serta struktur mikrobiota dalam usus besar."
Untuk melakukannya, para ilmuwan meminta 34 peserta menjalani pemeriksaan kolonoskopi dan endoskopi untuk memastikan kesehatan usus mereka. Para peneliti lalu memeriksa 97 sampel biopsi dari berbagai segmen para peserta, mengekstraksi DNA mikroba, dan menganalisis urutan 16-rRNA.
Para peserta juga diminta mengisi kuesioner untuk mengevaluasi asupan kopi harian. Tim membagi asupan kopi menjadi konsumsi kopi tinggi, setidaknya 82,9 miligram per hari, dan konsumsi kopi rendah, yakni kurang dari 82,9 mg setiap hari.
Dari pemeriksaan itu terungkap bahwa para peserta yang rutin mengkonsumsi kafein dalam kategori tinggi memiliki tingkat bakteri Erysipelatoclostridium (E. ramosum) yang rendah. Ini adalah genus bakteri yang "berpotensi berbahaya". Li Jao, yang merupakan profesor gastroenterologi, mengatakan keberadaan bakteri E. ramosum dalam sistem pencernaan sebetulnya wajar. "Tapi, jika berlebihan, akan berbahaya."
KORAN TEMPO