TEMPO.CO, Jakarta - Rokok elektrik atau vape terus menjadi dilema. Sering dianggap lebih sehat dari rokok tembakau, padahal menurut pakar tidak juga. Direktur Jenderal (Dirjen) Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan, Anung Sugihantoni, mengimbau masyarakat tidak mengisap vape demi kesehatan.
"Dari awal statement-nya kita adalah melarang. Pelarangan bukan pembatasan, kita ngomong pelarangan konsumsi vape atau rokok elektrik di Indonesia," kata Anung.
Dia menuturkan dari diskusi dengan Kementerian Koordinator Bidang Pemberdayaan Manusia dan Kebudayaan, juga mengarah pada pelarangan vape.
"Kalau bicara rokok elektrik secara keseluruhan, termasuk hasil diskusi dengan Pak Menko PMK, posisi kita adalah melarang untuk hal itu. Kalau kemudian nanti BPOM yang punya otoritas untuk melakukan pelarangan sebuah produk tentu adalah hal baik," ujarnya.
Kementerian Kesehatan menyatakan pelarangan konsumsi untuk vape. Namun untuk pelarangan distribusi dan produksi vape sendiri perlu diatur oleh lembaga terkait lainnya.
Sebelumnya, Ketua Departemen Pulmonologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Dr. dr. Agus Dwi Susanto, Sp.P. (K), menjelaskan sifat iritatif dan oksidatif yang dihasilkan oleh kandungan menjadi alasan rokok elektrik ini berbahaya.
"Uap yang dihasilkan oleh rokok elektrik mengandung partikel halus seperti halnya asap yang dibakar oleh rokok konvensional yang dikenal sebagai particulate matter (PM). Partikel halus itu bersifat toksik merusak jaringan atau bersifat iritatif," kata Agus .
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Penny K. Lukito, menyatakan keberadaan rokok elektronik saat ini adalah ilegal namun BPOM tidak bisa melakuan penindakan karena tidak ada payung hukum. Namun, dia mengatakan harus ada payung hukum yang menekankan pelarangan vape.
"Harus ada payung hukumnya, karena mengandung nikotin dan berbahaya," ujarnya