TEMPO.CO, Jakarta - Berdasarkan sebuah survei yang dibuat oleh Reckitt–Benckiser (RB) Indonesia, 95 persen remaja mengaku pernah mendengar mengenai penyakit seks menular. Namun, pengetahuan dan pemahamannya hanya sebatas pada HIV/AIDS. Sementara, penyakit lain seperti herpes, sipilis, gonorea, hingga kandidiasis, hanya kurang dari 57 persen yang mengetahui informasinya.
Tiga dari 10 remaja pun masih berpikir kalau aktivitas sehari-hari bersama pasien HIV/AIDS dapat menularkan penyakit menular seksual. Sementara, 55 persen remaja berpikir HIV dapat ditularkan melalui ciuman.
Siti Hadiati, Pengurus Forum LSM Peduli AIDS dan Lembaga Kesehatan Yayasan Kusuma Buana (YKS), menyebut pola komunikasi petugas kesehatan di fasilitas kesehatan primer seperti puskesmas pun lambat laun mulai membaik. Dia mengungkap fakta, saat ini puskesmas jauh lebih terbuka menerima remaja dengan keluhan indikasi penyakit seksual yang lebih kompleks.
“Sekarang ini sedang dikembangkan layanan ramah remaja, di mana saat anak datang ke puskesmas dengan penyakit kelamin, diajari di layanan, diterima saja dulu. Tidak dianjurkan mengatakan, ‘Kamu baru usia 15 tahun, sudah ada penyakit kelamin.’ Nanti, dengan sendirinya dia akan cerita karena banyak remaja yang ternyata tidak bisa menolak kuasa pacarnya,” ujar Siti.
Lebih lanjut, Hanny menyebut jika memiliki faktor risiko, remaja diharapkan untuk berkomunikasi kepada dokter di berbagai fasilitas kesehatan agar bisa dideteksi untuk nantinya dilakukan tindakan kesehatan demi menurunkan angka prevalensi penyakit menular seksual di masa yang akan datang.
“HIV/AIDS kalau berisiko tentu jangan ragu datang ke dokter lalu dikomunikasikan. Mungkin pernah melakukan hubungan seksual di luar pernikahan, berhubungan dengan orang berbayar, atau sesama jenis. Semua adalah faktor risiko sehingga kalau misalkan ada remaja yang merasa berisiko, datang ke dokter, lalu dokter akan melakukan yang bijak untuk kesehatan reproduksinya,” tuturnya.