TEMPO.CO, Jakarta - Penyanyi K-pop Goo Hara ditemukan tewas di rumahnya pekan lalu dan polisi menemukan catatan tulisan tangan putus asa tentang hidupnya. Dia telah menjadi sasaran perundungan online tentang hubungan pribadinya.
Bunuh diri artis Korea kedua dalam sebulan telah memberikan fokus baru di Korea Selatan pada perundungan di dunia maya atau cyber bullying terhadap bintang-bintang muda, dan bagaimana hal itu sebagian besar dibiarkan tanpa hukuman. Padahal, polisi menganggap kekerasan dunia maya sebagai kejahatan serius.
Pihak berwenang bahkan memiliki program aktif yang mengedukasi publik bagaimana agar tidak ada korban serangan online atau menjadi pelaku. Tuduhan terus meningkat dengan hampir 150.000 kasus tahun lalu. Namun, kasus-kasus tersebut hanya sebagian kecil dari apa yang terjadi.
"Ini tidak sesederhana kekerasan fisik karena korban dapat pergi ke dokter, tetapi dengan kekerasan dunia maya, tidak ada obatnya," kata Jeon Min-su, penyelidik kejahatan siber di Badan Kepolisian Metropolitan Seoul.
Sebelum itu, Goo pernah berbicara menentang cyber bullying. Dia ditemukan tidak sadarkan diri di rumahnya pada Mei 2019 dan dirawat di rumah sakit. Sebulan setelah kejadian itu, dia mengaku menderita depresi dan berjanji untuk melawan komentar jahat online.
Goo berteman dengan bintang K-pop Sulli, yang ditemukan tewas pada Oktober 2019, yang juga blak-blakan menentang cyber bullying. Dua kasus tersebut menunjukkan bahwa dunia musik pop Korea yang populer di seluruh Asia memiliki sisi yang gelap. Awal 2019, beberapa bintang K-pop pria dan salah satu produsen industri terbesar diinterogasi oleh polisi sehubungan dengan perjudian ilegal dan prostitusi.
Kwon Young-chan, pelawak yang berubah menjadi penasihat yang telah menjadi korban kekerasan daring mengatakan para artis memiliki sedikit jalan lain ketika diserang dan hampir tidak mungkin untuk menghindari rumor dan serangan pribadi.
"Ketika para pelaku menulis komentar yang kejam, pertama-tama mereka mulai dengan 'ketukan ringan' dan skala intimidasi siber kemudian meningkat menjadi 'pukulan'," katanya dalam sebuah wawancara.
Baik Sulli dan Goo telah bersama girl band dan kemudian pecah dengan sendirinya, yang membuat mereka lebih rentan secara psikis.
"Setelah para artis mulai tampil solo, mereka harus berurusan dengan depresi dan serangan terhadap semua sendiri," lanjutnya.
Anggota parlemen Park Sun-sook, mantan juru bicara kepresidenan yang pertama kali menangani masalah serangan online pada 1998, ingin memungkinkan siapa pun untuk meminta portal web untuk menghapus komentar jahat atau palsu.
"Artis muda terpapar tanpa pertahanan terhadap kekerasan dunia maya. Sudah waktunya ukum dan masyarakat untuk melindungi mereka," ujarnya.