TEMPO.CO, Jakarta - Liburan adalah salah satu upaya untuk menyegarkan pikiran dan mendekatkan diri dengan keluarga. Tapi, siapa sangka liburan juga bisa berisiko perceraian.
Menurut data penelitian yang dikutip dari Boldsky.com, tingkat perceraian pada pasangan setelah liburan lebih tinggi dan terus meningkat sebab tak jarang ketegangan dan kesalahpahaman di antara pasangan terjadi karena adanya peningkatan pengeluaran perjalanan, kewajiban keluarga, dan beban keuangan menjadi faktor yang berkontribusi yang menyebabkan perpisahan atau perceraian.
Sebuah studi yang dilakukan oleh Julie Brines, seorang profesor di Universitas Washington pada 2015, mengungkapkan sebagian besar perceraian berasal dari konflik yang meningkat selama liburan. Biasanya, pasangan mencoba liburan untuk mendekatkan diri satu sama lain, namun ternyata langkah itu gagal.
Pertanyaannya adalah mengapa jumlah perceraian meningkat selama liburan meskipun fakta bahwa liburan memungkinkan pasangan untuk menghabiskan waktu bersama? Berikut beberapa alasannya.
Masalah keuangan
Masalah keuangan kadang-kadang dapat menghantam pasangan, bahkan jika pernikahan mereka sempurna. Jadi, ketika biaya perjalanan, membeli hadiah, atau mengurus biaya hiburan keluarga selama liburan membengkak, tidak heran jika pasangan pada akhirnya mengalami pertengkaran karena masalah keuangan. Dalam situasi seperti itu, konflik dapat muncul, bahkan dalam pernikahan yang bahagia.
Konflik keluarga
Ada kemungkinan pasangan tidak disukai oleh anggota keluarga. Kemudian, Anda memutuskan berlibur bersama keluarga besar. Akhirnya, selama liburan muncul konflik antara pasangan dengan keluarga sehingga memunculkan konflik antara Anda berdua yang bisa berujung perceraian.
Batal liburan
Menjanjikan pasangan liburan dan kemudian membatalkannya dapat menyebabkan ketegangan. Ketika menjanjikan sesuatu, orang lain mungkin mulai berharap. Pasangan mungkin memiliki beberapa urusan dan pekerjaan untuk diselesaikan sebelum pergi berlibur sehingga dia segera menyelesaikannya. Dan ketika rencana itu batal, itu sangat menyakitkan. Ia merasa diabaikan, dan terlebih lagi ketika ada anak, harapan ini berlipat ganda. Membatalkan rencana untuk satu atau dua kali masih bisa diterima, namun jika berulang kali bisa memicu risiko.
Paparan terhadap kelemahan
Terkadang orang tidak terlalu menyadari kelemahan pasangan. Mereka pikir pasangan sempurna. Tetapi, ketika selama liburan pasangan ini mendapat kesempatan untuk menghabiskan waktu bersama 24 jam, 7 hari, mereka juga menemukan kekurangan masing-masing. Alih-alih menyesuaikan diri satu sama lain atau saling menerima kekurangan, kebanyakan pasangan akhirnya menilai satu sama lain dan merasa tidak cocok.
Kendala selama bepergian
Meskipun bepergian itu menyenangkan, pasangan mungkin terkadang kesal. Ini terjadi terutama di perjalanan panjang, lama menunggu di bandara, penundaan tak terduga, atau berganti penerbangan. Hal ini dapat membuat pasangan terlibat dalam pertengkaran yang memanas atau dapat memperburuk hubungan jika masalahnya berlanjut lama sebelum liburan.
Rekonsiliasi
Dalam banyak kasus, pasangan dan keluarga memutuskan untuk menguji hubungan untuk yang terakhir kali dan sangat penting. Untuk ini, mereka menggunakan hari libur sebagai pilihan terakhir untuk mengembalikan semuanya. Selama liburan, mereka mencoba mendamaikan dan menyelesaikan perbedaan. Oleh karena itu, sebagian besar dari mereka memilih liburan sehingga bisa saling berdekatan dan menghabiskan lebih banyak waktu bersama. Itu terjadi sebelum atau selama liburan, ketika pasangan percaya dapat menyalakan kembali percikan di antara mereka. Tetapi, ketika kesempatan ini juga gagal, ia memutuskan untuk membatalkannya atau berpisah.