TEMPO.CO, Jakarta - Membuat resolusi tahun baru sudah menjadi tradisi banyak orang. Namun, resolusi itu seringkali hanya menjadi tulisan belaka tanpa benar-benar dilakukan.
Dikutip dari Indian Express, kata resolusi sendiri merupakan penyebab utama mengapa kita memilih untuk menjauh perlahan dari daftar pencapaian yang ingin diraih. Psikologi di balik kata resolusi adalah kata yang kuat dan banyak menuntut, seakan berkata, "Aku harus melakukannya segera!"
Itu adalah tuntutan yang kita tempatkan pada diri sendiri dan membuat pola pikir bahwa kali ini, di tahun ini, tidak boleh ada ruang untuk kegagalan lagi. Namun, kegagalan tidak bisa dihindari, yang akhirnya mengarah pada kekecewaan.
Kita seharusnya tidak merasa terdorong untuk mencapai sesuatu, hanya karena semua orang melakukannya. Sebaiknya jangan berpikir tentang "Apa yang harus dilakukan," tetapi "Apa yang
ingin kita ubah."Dan biasanya, sebagian besar menulis resolusi dengan nada negatif seperti, "Jangan makan makanan siap saji," atau "Jangan bangun lebih dari pukul 09.00."
Hal ini bisa diakali dengan melakukan pendekatan kata yang lebih positif seperti, "Ayo makan makanan sehat dan biasakan bangun pagi." Perubahan kata ini diyakini bisa mempengaruhi pola pikir dan perubahan yang lebih positif dan lebih sedikit tekanan.
Selain itu, membuat resolusi bisa dimulai dengan berpikir "SMART", yakni Specific (spesifik), Measurable (dapat diukur), Achievable (dapat diraih), Realistic (realistis), dan Time-bound (terikat waktu). Dengan memperhatikan kelima topik di atas, diharapkan bisa membuat resolusi yang alih-alih menjadi beban, malah menjadi hal yang menyenangkan untuk dilakoni sepanjang tahun.