TEMPO.CO, Jakarta - Sebuah penelitian dari Biro Riset Ekonomi Nasional Amerika Serikat menunjukkan manusia akan merasa paling tidak bahagia di usia 47,2 tahun di negara-negara maju. Sementara di negara berkembang seperti Indonesia, usia manusia merasa paling tidak bahagia mundur setahun, yakni 48,2.
Penelitian yang dilakukan di 132 negara untuk mengukur hubungan antara kesehatan mental dan usia ini memiliki relevansi yang meningkat pada saat ada kesadaran yang meningkat dalam masyarakat tentang pentingnya menjaga kesehatan mental, terutama setelah krisis keuangan dan di tengah kebangkitan globalisasi.
"Ketahanan komunitas yang ditinggalkan oleh globalisasi telah berkurang oleh Resesi Hebat yang membuatnya sangat sulit bagi mereka yang rentan mengalami krisis paruh baya dengan sedikit sumber daya untuk menahan goncangan," kata peneliti Profesor David Blanchflower dari Darthmouth College, mantan pembuat kebijakan di Bank of England.
Parameter untuk ketidakbahagiaan yang digunakan dalam penelitian ini termasuk perasaan "putus asa, kegelisahan, kesendirian, kesedihan, ketegangan, depresi, gangguan saraf, fobia, dan panik, sedih, tidur gelisah, kehilangan kepercayaan pada diri sendiri, tidak mampu mengatasi kesulitan, berada di bawah tekanan, merasakan kegagalan, perasaan ditinggalkan, tegang, dan menganggap diri tidak berharga.
Masyarakat secara keseluruhan juga memiliki efek pada kesejahteraan, terutama dipengaruhi oleh pendidikan, status perkawinan, dan pengangguran. Bersamaan dengan gejala-gejala usia paruh baya itu, Blanchflower juga menganalisis sikap dalam menanggapi situasi di suatu negara serta masa depan dunia.
Dia juga menambahkan bahwa bangkitnya globalisasi dan krisis keuangan sebagian harus disalahkan atas "krisis paruh baya" yang ditakuti. Studi juga menemukan hubungan antara "kurva kebahagiaan" dan pernikahan di Amerika Serikat, di mana orang yang menikah "secara signifikan lebih bahagia daripada yang belum".
“Menikah menyampaikan lebih banyak kebahagiaan daripada menjadi lajang dan terutama lebih dari, katakanlah cerai," kata penelitian menyimpulkan. "Ini semua adalah kontrol standar dalam persamaan kebahagiaan."
Sementara The Guardian melansir alasan mengapa manusia paling tak bahagia di usia itu belum jelas. Namun, biasanya tekanan dan kecemasan di dalam keluarga dan di tempat kerja meningkat saat kita dewasa sampai usia pertengahan 40 tahunan lalu mereda.
Kesedihan yang menghantam usia paruh baya disebut bisa jadi genetik. Pasalnya, sebuah studi pada 2012 yang meneliti simpanse dan orang utan juga menemukan bahwa mereka mengalami masa-masa sedih sekitar umur 30 tahunan.