TEMPO.CO, Jakarta - Banyak orang percaya vape atau rokok elektrik bisa menjadi alternatif untuk melepas kecanduan rokok konvensional. Berbagai penelitian dan iklan di televisi, majalah, atau reklame pun mendukung hal ini.
Namun, Ketua Umum Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), Agus Dwi Susanto, tidak membenarkan hal tersebut. Ini pun didasari oleh imbauan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
“WHO menyebutkan bahwa vape tidak direkomendasikan dan tidak dibenarkan untuk memberhentikan keinginan merokok,” katanya dalam acara Media Gathering bersama Kementerian Kesehatan di Jakarta pada 15 Januari 2020.
Agus menjelaskan lebih terperinci bahwa ada dua alasan yang menyertai pernyataan tersebut. Pertama karena efektivitas. Berdasarkan WHO pula 75 persen orang yang menggunakan vape tidak berhasil menghilangkan adiksinya.
“Jadi, yang dipakai rujukan oleh iklan dan penelitian itu hanya yang 25 persen. Artinya, yang ditonjolkan keberhasilan minimal saja,” ungkapnya.
Selanjutnya, Agus juga mengatakan bahwa ada delapan kriteria yang selalu digunakan WHO untuk mengesahkan suatu metode pelepasan adiksi. Beberapa di antaranya termasuk modal berhenti merokok tidak boleh meningkatkan risiko penyakit dan penggunaannya harus melewati supervisi.
“Rokok elektrik tidak bisa memenuhi syarat-syarat itu. Itulah mengapa vape tidak direkomendasikan,” jelasnya.