TEMPO.CO, Jakarta - Kasus virus corona masih menjadi perhatian besar di dunia. Walau masih banyak yang perlu dipelajari tentang virus corona, para ilmuwan menilai penyebaran penyakit akibat virus itu sama seperti penyakit pernapasan lain, misalnya influenza.
Virus corona bisa menyebar dari orang yang terinfeksi ke orang lain, misalnya dari batuk, bersin, atau dengan menyentuh permukaan yang terkontaminasi, kemudian menyentuh mulut, hidung, atau Anda belum mencuci tangan.
Jika bepergian menggunakan pesawat terbang dan di dalam ada penumpang yang sakit (diduga berhubungan dengan pernapasan), seberapa besar risiko tertular? Ilmuwan, dalam jurnal Proceedings of the National Academy of Sciences, pernah mengungkapkan duduk pada jarak satu atau dua kursi di samping, belakang, atau depan penumpang sakit bisa membuat Anda tertular sekitar 80 persen.
Di luar radius itu, peluang tertular turun menjadi hanya sekitar 3 persen karena embusan udara dari bersin dan batuk biasanya tidak terbang lebih jauh dari itu. Begitu menurut profesor biostatistik dan bioinformatik dari Universitas Emory di Amerika Serikat, Vicki Stover Hertzberg.
Partikel penyebab sakit yang menyebar saat seseorang terinfeksi, berbicara, bersin, batuk, atau bahkan bernapas tak akan tersebar lebih dari satu meter. Menurutnya, seperti dilansir laman Health, udara yang disirkulasi ulang dalam pesawat membuat virus lebih mungkin menyebar ke seluruh kabin adalah anggapan salah.
Namun, satu faktor yang perlu dipikirkan, adalah pramugari atau pramugara yang terus bergerak di sekitar kabin dan menyentuh makanan dan minuman. Anggota kru yang sakit lebih kecil kemungkinannya untuk bekerja daripada yang sehat. Tetapi, jika melakukannya, maka mereka cenderung menginfeksi 4,6 orang per penerbangan.
Laman Business Insider mencatat, kursi di dekat jendela adalah pilihan terbaik untuk kesehatan. Salah satu alasannya lebih sedikit penumpang di kursi itu yang beranjak dari kursi selama penerbangan, yakni 43 persen, dibandingkan orang yang duduk di kursi tengah (62 persen), dan kursi di dekat lorong (80 persen).
Sebaliknya, orang yang duduk di dekat lorong merasa lebih bebas bergerak di pesawat dan artinya lebih berisiko bertemu kuman-kuman yang dibawa orang lain. Namun, duduk di dekat jendela tak berarti sepenuhnya aman dari penyakit.
Partikel flu, misalnya, bisa menjelajah 2 meter dari orang yang terinfeksi dan bertahan hingga 24 jam di permukaan keras. Jadi, penting untuk membiasakan cuci tangan menggunakan air dan sabun serta menjaga sistem kekebalan tubuh.
Semakin lama terbang semakin berisiko. Peneliti menghitung durasi berada di dalam pesawat 4-5 jam tanpa sirkulasi udara apa pun sebagai jangka waktu yang lama. Hertzberg mengakui semakin lama durasi penerbangan, semakin tinggi risiko penularan.
"Semakin lama berada di udara, semakin banyak orang bergerak di sekitar, menggunakan kamar mandi, meregangkan kaki, makan," katanya.