TEMPO.CO, Jakarta - Beberapa pegiat di bidang pendidikan membuat video konten edukasi yang bebas akses. Mayoritas berangkat dari bimbingan belajar tatap muka. Sebagian dari mereka menggerakkan kegiatan itu dengan berdarah-darah.
Riky Riandie berbicara tergesa ketika menjelaskan konsep struktur atom dalam mata pelajaran kimia untuk SMA. Ia menguraikan sejumlah model atom, dari model atom Dalton, Thompson, Rutherford, Bohr, hingga atom mutakhir, pada sebuah bagan yang kompleks. Bagan itu berjejaring dengan konfigurasi elektron, sifat suatu atom, dan nomor massa atom. Video berdurasi 5 menit 52 detik itu memuat tulisan tangan dan sejumlah ilustrasi. Setiap halaman silih berganti membahas sejarah setiap ilmuwan dan konsep teori.
Video itu adalah materi pertama yang dibuat Riky melalui akun YouTube-nya, Bimbel SMARRT, sekitar lima tahun lalu. Pengalaman bertemu murid bimbingan belajar (bimbel) yang tak kunjung paham materi pelajaran menjadi titik tolak laki-laki berusia 33 tahun untuk membuat video tutorial. “Kalau saya tanya anak itu, dia selalu jawab asal-asalan. Saya capek jelasin soal yang sama, akhirnya membuat video itu agar dia enggak perlu mengulang,” kata Riky kepada Tempo di kantor Bimbel SMARRT, di kawasan Cipinang, Jakarta Timur, Jumat pekan lalu.
Untuk video pertamanya, Riky mengulang hingga 15 kali pembuatan. Gangguan teknis, seperti suara tukang bakso, klakson mobil, dan salah ucap, membuatnya berkali-kali menghapus rekaman. Saat itu, lulusan Teknik Kimia Universitas Parahyangan tersebut telah menjalankan bisnis bimbingan belajarnya selama delapan tahun. Berawal dari berbagai les di garasi mobil rumahnya, dia pindah ke sebuah ruko kecil berisi tiga ruang kelas untuk mengadakan bimbel secara tatap muka. Di situ juga dia mulai membuat konten video berisi materi pelajaran, “Namanya baru rekaman sekali. Saya kaku dan enggak pede banget. Setelah selesai, saya menawarkan video ini ke anak-anak untuk melihat di YouTube,” ujar dia.
Dari situ, Riky keranjingan membuat konten video pelajaran. Setelah mengajar bimbel tatap muka, dia berusaha membuat satu hingga dua video pada malamnya. Dengan iPad dan recording built item yang selalu dibawa, Riky bisa membuat konten video di rumah maupun di ruang kerjanya. Ia pun semakin bersemangat ketika, pada akhir 2015, jumlah penonton mencapai 500 orang. Motivasinya bertambah ketika ia ingin mendokumentasikan cara mengajarnya. “Someday gue bisa lupa. Sekarang saya bisa ajarin anak orang, kenapa enggak anak sendiri gue yang ajarin,” kata dia. Sejak itulah ia mulai merunut setiap materi ajar setiap jenjang pendidikan.
Baca Juga:
Pada akhir 2018, Riky mendapat respons positif. Jumlah pelanggan di kanal YouTube-nya bisa menembus angka 100 ribu. Ia pun mendapat Silver Creator Award dan secara rutin memperoleh penghasilan tambahan US$ 100 per tiga bulan. “Namanya channel pendidikan itu susah. Enggak banyak yang tahu. Kalaupun tahu, enggak akan nonton kecuali kepepet. Yang penting buat saya sih dokumentasi pribadi,” kata dia.
Perlahan tapi pasti, Riky mulai mengembangkan usahanya. Bimbel SMARRT mulai berisi materi pelajaran kimia dan fisika untuk persiapan ujian nasional, olimpiade, sampai ujian masuk perguruan tinggi negeri. Mulai berbaur dengan komunitas YouTubers di bidang pendidikan, dia pun belajar berbagai fitur penunjang yang membuat konten lebih berwarna. Dengan desain yang lebih menarik perhatian, Riky juga sudah berani memunculkan wajahnya sendiri pada setiap tayangan. Memiliki lebih dari 500 video, ia punya 225 ribu pelanggan.
Melihat pelanggannya mulai bertambah secara signifikan, melalui bantuan pendanaan sebuah perusahaan teknologi informasi, Riky mulai beralih untuk pengembangan aplikasi. Melalui aplikasi Bimbel SMARRT, ia memindahkan seluruh konten video yang berada di YouTube agar dapat dinikmati lebih sistematis. Di aplikasi yang telah diunduh lebih dari 125 ribu orang itu, dia menyediakan ringkasan materi, video motivasi, hingga kuis. “Saya punya impian nantinya semua pelajaran akan ada, dan siapa pun bisa belajar apa pun di sini.”
Ruang digital kini memang menjadi salah satu alternatif bagi peserta didik untuk mendapatkan materi ajar. Berdasarkan Data Statistik Pendidikan 2019, jumlah peserta didik berbagai jenjang mencapai 44,9 juta. Sebanyak 71,48 persen adalah pengguna telepon seluler dan 53,06 persen adalah pengguna Internet. Angka ini menjadi rujukan tingginya potensi siswa yang mengakses materi belajar melalui gawai mereka.
KORAN TEMPO