TEMPO.CO, Jakarta - Sifilis mungkin masih asing di telinga kita. Disebut juga dengan raja singa, ini merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Treponema Pallidum. Umumnya, penyakit ini dialami oleh seseorang yang berprofesi sebagai pekerja seksual atau senang bergonta-ganti pasangan.
CEO Klinik Pramudia dan dokter spesialis kulit dan kelamin Anthony Handoko menjelaskan bahwa salah satu kerugian terbesar bagi orang-orang dengan sifilis itu ialah penampilan sebab penyakit ini dikenal sebagai salah satu jenis infeksi menular seksual (IMS) yang dapat menunjukan masalah kulit.
“Berbeda dengan IMS lain, seperti gonore atau HIV, pasien sifilis akan memiliki chancre (lesi yang keras berdiameter 1-2 sentimeter) di tangan hingga wajah,” katanya dalam Seminar Media Seputar Sifilis di Jakarta pada Rabu, 12 Februari 2020.
Adapun, masalah kesehatan lain berupa rusaknya organ-organ tubuh, seperti kebutaan, jantung, otak, tulang, demensia, tuli, impotensi, dan sebagainya. “Karena bakteri penyebab sifilis bisa masuk ke pembuluh darah dan menyerang serta merusak organ tubuh tersebut,” ungkapnya.
Untuk itu, pengobatan wajib dilakukan agar angka kesembuhan semakin tinggi. Anthony pun menerangkan bahwa pengobatan dapat dilakukan dengan pemberian antibiotik penisilin. Namun, ada perbedaan dari media dan waktu pemberian pemberian obat berdasarkan tingkat keparahan sifilis.
Menurut Anthony, bagi sifilis primer dan sekunder, pengobatan dapat dilakukan dengan pemberian suntikan antibiotik penisilin selama kurang lebih 14 hari.
“Selama pengobatan, pasien juga dianjurkan untuk tidak melakukan hubungan seks sampai dokter memastikan infeksi sembuh agar tidak menularkan ke pasangannya,” jelasnya.
Sedangkan bagi mereka yang mengalami sifilis tersier dan kongenital, waktu pengobatan akan dilakukan lebih lama. Media yang digunakan ialah infus yang beri antibiotik penisilin.
“Setelah menjalani pengobatan dengan antibiotik, pengidap sifilis akan menjalani tes darah ulang untuk memastikan bahwa infeksi sembuh dengan total,” tuturnya.