TEMPO.CO, Jakarta - Banyak orang menginginkan acara pernikahan digelar dengan pesta atau resepsidengan jumlah tamu, pemilihan lokasi, jenis hidangan, dan tipe pesta yang sesuai dengan anggaran. Bahkan, sebagian tak ingin sampai berutang.
Senior Manager Business Development Sequis Life, Yan Ardhianto Handoyo, mengungkapkan jika belum yakin dengan anggaran yang sedang siapkan, maka rincian anggaran biaya pernikahan yang rasional bisa digunakan sebagai panduan. Rinciannya yaitu 40 persen biaya konsumsi, 20 persen dekorasi, 5 persen akad nikah atau pemberkatan.
Kemudian, masing-masing 8 persen untuk biaya pakaian, tempat, dan dokumentasi, masing-masing 3 persen untuk biaya cendera mata dan undangan, serta 5 persen untuk biaya lain. Yan juga menyarankan agar menyisihkan kurang lebih 10 persen dari total anggaran untuk biaya tak terduga karena kebanyakan pesta pernikahan membutuhkan tambahan biaya sebesar 10-15 persen.
Dia mencontohkan untuk keperluan resepsi, anggaran untuk keperluan katering 40 persen dari dana pesta untuk keperluan makanan pondokan atau gubukan, sebagian lagi untuk kue pengantin, atau kue-kue ringan sehingga untuk pesta dengan konsep buffet, presentasenya bisa jadi akan lebih besar.
Bagaimana jika sudah melakukan perencanaan anggaran dan angkanya terlihat sangat besar dan membuat kita menjadi tidak yakin? Yan menyarankan agar meninjau lagi anggaran pernikahan, yaitu memilih mana yang bisa dikurangi dan mana yang bisa dihilangkan.
Dia mencontohkan bila kompensasi biaya videografi lebih besar dari perkiraan, maka calon pengantin bisa meniadakan bilik foto dan hanya menyediakan pojok foto dengan dekorasi sederhana tetapi tetap menarik bagi tamu untuk berfoto. Dalam menyiasati anggaran, calon pengantin juga bisa melakukan survei dulu untuk harga perlengkapan pernikahan, termasuk survei di mana barang tersebut dijual lebih murah jika dibeli dalam jumlah banyak sehingga dapat memperkirakan anggarannya.
Beberapa vendor biasanya dapat diikat harganya dengan uang panjar (DP) sekitar satu tahun menjelang hari H pernikahan dan sisa pembayarannya bisa dicicil kemudian di sepanjang tahun tersebut. Hal ini, menurut Yan bisa meringankan calon pengantin untuk mengalokasikan mana anggaran yang prioritas dan mana yang bisa ditunda.
Yan mengungkapkan, menikah pada dasarnya murah dan bisa menjadi mahal karena milenial semakin peduli dengan pencitraan dan penampilan.
“Milenial biasanya mendambakan pernikahan yang modern dan visual. Sebagai contoh, ada beberapa detail yang mungkin tidak pernah terpikirkan sebelumnya di pesta pernikahan era lama, seperti tambahan photo booth dan layar LCD untuk penayangan live pesta pernikahan yang kini banyak dapat dijumpai pada pesta pernikahan pasanngan milenial," ungkap dia.
Hal lainnya, media sosial yang juga sangat lekat dengan kehidupan milenial. Pernikahan yang ditampilkan pada unggahan di media sosial juga semakin berkembang sehingga para milenial tidak mau menikah sekadarnya dan dengan cara konservatif.
The Lyst dalam Wedding Report 2019 mengatakan media sosial memiliki dampak yang semakin penting terhadap tren pernikahan di seluruh dunia sehingga demi unggahan media sosial yang menarik maka vendor media sosial dimasukkan juga dalam anggaran pernikahan.
"Dengan fakta di atas, dapat kita katakan bahwa biaya pernikahan untuk milenial membutuhkan jumlah yang besar. Fenomena ini bisa menimbulkan polemik bagi mereka yang belum siap secara finansial, beberapa di antaranya menunda pernikahan. Ada juga yang tetap memilih tetap melangsungkan pernikahan dengan berutang," jelas Yan.
Yan mengingatkan, setelah menikah pasangan akan berhadapan dengan sejumlah kebutuhan sehari-hari dan kebutuhan masa depan. Jika pernikahan dibiayai dengan utang, maka sebagian usia pernikahan akan dipenuhi tuntutan tambahan membayar utang.